Kamis, 11 April 2013

Part 1


“Sini biar aku obatin!” Kening Leo berkerut mendengar suara gadis di sampingnya. Dia berpikir tidak ada orang di ruangan seni ini sebelumnya, kenapa tiba-tiba makhluk manis ini sudah duduk disana dan kini sibuk mengobati luka di tangannya.
                Suasana hati yang sedang buruk membuatnya meninggalkan ruang kelas dan pergi menuju ruang seni yang biasa ia datangi. Dari 2 jam yang lalu, pemuda itu berkonsentrasi dengan tanah liat yang coba dia bentuk. Tapi hingga tangannya berubah warna menjadi coklat kehitaman, tanah liat yang berputar dihadapannya tidak berubah dari bentuk aslinya. Hingga suasana hatinya semakin memburuk dan tanpa sadar keramik yang sudah hampir jadi berakhir di lantai terbagi menjadi beberapa keping.
                “Kamu kenapa? Aku tidak sengaja lewat dan melihat tanganmu berdarah.” Kata gadis itu pelan sambil mengolesi lukanya dengan obat merah.
                “Bukan urusanmu!” jawab Leo tidak peduli. Tapi gadis itu terus saja melanjutkan membalut luka di telapak tangannya. “Lebih baik kamu pergi aja dari ruangan ini, aku gak mau kena masalah gara-gara kamu!” Bentak Leo mulai marah.
                Tapi gadis itu tetap saja bungkam dengan semua ucapan Leo,
Ya, gadis dihadapannya adalah anak tunggal dari donatur tertinggi Yayasan sekolahnya. Sudah banyak murid yang dikeluarkan hanya karena ketahuan mengganggunya. Mungkin bukan berniat mengganggu, tapi iri sepertinya dengan semua hal yang dimiliki oleh gadis manis itu.
“Iya aku pergi kok, lagipula aku juga takut mengkerut gara-gara ocehan kamu, hehehe..” jawabnya santai sambil tersenyum. Setelah mengambil kotak P3K di sebelah Leo, gadis itu berjalan menjauhinya. Dari ekor matanya terlihat bahwa gadis itu sudah keluar dan tiba-tiba matanya terpaku pada bungkusan kain kecil disebelahnya yang letaknya persis di tempat gadis itu duduk. Setelah membuka talinya, Leo baru tahu kalau isinya adalah permen warna-warni yang sering dijual di depan gerbang Sekolah Dasar.
Pikirannya kembali pada gadis itu, Rivienda Geraldine. Pada saat  Masa Orientasi Siswa, gadis berkulit putih itu adalah murid pertama yang masuk dikelas favorit. Pintar,cantik,dan kaya membuatnya memiliki banyak teman. Sedangkan Leo sendiri adalah murid kelas 7 pertama yang mendapat skors karena terlibat tawuran dengan kakak tingkat kelas 8. Dan herannya setiap kali Leo bermasalah, gadis itu selalu muncul dengan senyum cerianya. Mungkin itu yang membuat Leo suka . .
Seketika pemuda itu kaget dengan kata hatinya sendiri. Dia menggelengkan kepala seakan ingin menghapus statement yang dibuatnya sendiri.
Kenapa jadi mikirin anak yang gak penting kayak dia, batin Leo dalam hati. Lelaki jangkung itu segera melangkahkan kakinya keluar dari ruang seni tanpa menghiraukan kepingan tanah liat yang berserakan dibawah kakinya.
___


Sayang, mending aku bawa pulang saja kepingan keramik ini, batin Rivinda. Setelah mengumpulkan kepingan tanah liat dihadapannya, gadis mungil itu segera keluar menemui sahabatnya yang menunggu di depan pintu.
“Udah?” Tanya Karin setelah melihat cengiran dari sahabat karibnya. Yang hanya dibalas dengan anggukan kecil. Apa yang ada dipikiran gadis itu sampai repot-repot kembali lagi ke sekolah dan mengambil kepingan tanah liat yang dirasanya tidak berharga. Tapi mungkin sahabatnya punya alasan tersendiri untuk itu.
****
Gang Serenade, sore hari . . .
Braakkk!! . . Suara gaduh terdengar dari dalam rumah Leo. Seperti barang pecah belah yang dihantamkan ke tembok. Dengan malas pemuda itu meneruskan langkahnya. Suara seperti itu sudah bersahabat dengannya. Sejak 1 tahun yang lalu kehidupannya berubah 180 derajat. Ayahnya lebih sering mengamuk karena hal-hal yang sepele, sedangkan ibunya hanya pasrah tanpa bisa melawan. Dia sendiri sebagai anak satu-satunya juga tidak bisa berbuat banyak. Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari ibunya hanya menjadi buruh cuci dan sesekali membantu di warung tetangganya. Gurat kelelahan tampak sekali di wajahnya yang semakin kelihatan lebih tua dari usianya. Dan tiba-tiba –
Melihat apa yang terjadi dihadapannya, Leo segera berlari menuju Ibunya . .
“Ibu nggak apa-apa?” Tanya Leo khawatir. Ibunya terjerembab ke tanah karena dorongan ayahnya. Melihat ibunya yang gemetaran, Leo segera menghampiri ayahnya dan melayangkan tinju pada lelaki paruh baya itu. Kesabarannya sudah habis dan sekarang dia tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi nantinya. Setelah melihat ayahnya terkapar di tanah, pemuda itu berbalik kemudian memapah ibunya masuk ke dalam rumah.
“Kamu tidak harus seperti itu Le, ibu tidak apa-apa.” Kata ibunya di sela-sela isak tangis. Tapi pemuda disampingnya tidak menjawab dan terus melangkah. Setelah membawa ibunya ke kamar, Leo kembali ke depan rumah yang ternyata sudah dipenuhi warga. Ayahnya yang tadinya mengamuk sudah dibawa ke kantor polisi.
“Bagaimana keadaan ibumu? Ayahmu sudah diamankan di kantor polisi.” kata Ibu Marni tetangga depan rumahnya.
“Tidak apa-apa bu, hanya kaget saja.” Jawab Leo tenang. Bahkan dia tidak terpikir untuk membebaskan ayahnya kembali setelah apa yang telah dia perbuat pada ibunya.
Setelah kejadian sore tadi, Leo bisa sedikit lega karena ayahnya tidak akan berada dirumah dalam beberapa hari. Malam ini, dia sedang bersantai dan menikmati makan malam buatan ibu yang selalu dirindukannya.
****


Sambil termenung dipandanginya pecahan keramik tanah yang dipungutnya tadi siang. Sebenarnya dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya pada tumpukan tanah liat itu, dia juga tidak bisa menyelesaikan keramik buatan Leo. Dia harus bertanya pada siapa?, Papa, mama, tante, om, nenek, kakek, bi Ijah, Pak Par . .
“Iya!! Kenapa gak kepikiran daritadi sih.” Seru gadis itu sambil melompat dari atas tempat tidur dan segera berlari ke belakang rumah tempat Pak Parman biasa menyirami tanaman herbal ayahnya.
Dulu, bapak paruh baya itu pernah bercerita bahwa saudaranya di kampung bekerja di tempat pembuatan keramik dan tembikar. Pasti saudara Pak Parman itu bisa membantunya walaupun mungkin tidak banyak. Setelah bertanya pada Pak Parman, hati Rivinda menjadi lega. Karena Pak Parman berjanji akan membawa putri majikannya itu ke tempat kerja saudaranya di kampung.
****
Leostrada Andika, pemuda berwajah dingin itu sama sekali tidak gentar melihat 5 orang lawan dihadapannya yang jelas-jelas membawa tongkat kayu ditangan. Disaat semua murid SMA Atavia sedang menikmati makan siangnya, dia malah berada dibelakang sekolah dan akan melakukan hal-yang-sudah-dapat-ditebak. Dengan sekali hentakan satu persatu lawan dihadapannya jatuh tersungkur, sampai salah satu dari mereka menghujamkan belati dan melukai tangannya. Tapi dengan cepat ditinjunya muka dari lawan terakhirnya yang akhirnya roboh dan berlari diikuti teman-temannya.
Leo berniat membasuh lukanya di kamar mandi ketika . . .
“Jadi berantem lagi?” terdengar lantang dari belakangnya. Leo menghela nafas ketika dia melihat Rivinda sudah berdiri tidak jauh darinya.
Ada apa dengannya, selalu ikut campur urusan orang lain, batin Leo. Bermaksud tidak ingin memperpanjang masalah, Leo pura-pura tidak mendengar gadis berambut panjang itu dan kembali meneruskan langkahnya. Tetapi tangan hangatnya membuat Leo terpaksa berhenti . . .
“Tangan kamu berdarah.” Nada sedih terlihat dari suara Rivinda.
“Sudahlah, aku nggak kenal sama kamu dan kamu juga sama. Lebih baik kamu pergi sana!” Jawab Leo seraya melepaskan genggaman tangan Rivinda.
“Tapi tangan kamu harus diobati, kalau nggak bisa infeksi nanti. Sebentar aku ambi-
“Ya!! Kalian berdua sedang apa disana?” terdengar suara berat milik Pak Seto. Yang dengan cepat berjalan mendekati Leo dan Rivinda. Sedangkan Leo hanya bisa pasrah karena sebentar lagi dia akan kembali terkena hukuman karena ketahuan berkelahi. Tetapi berbeda dengan gadis di sebelahnya yang malah menggenggam tangan kanan Leo dengan tangan kirinya. Dan dengan cepat menyembunyikannya di belakang punggung.
“Kami hanya bermain robot ini Pak,” jawab Rivinda dengan senyum mautnya. Seketika pak Seto berhenti dan tersenyum . .
Leo baru tersadar kalau Rivinda membawa tas kecil di tangan kanannya, yang ternyata berisi beberapa robot gundam berukuran 7 cm..
Ternyata gadis itu melindunginya,
“Oh, Bapak kira kalian sedang apa. Mengingat disini adalah tempat biasa anak badung ini berkelahi.” Sambung Pak Seto sambil menunjuk Leo. “Kalau begitu Bapak akan kembali ke kelas, kalian cepat masuk karena jam istirahat sudah berakhir.” Kemudian pak Seto berlalu dan seketika terdengar helaan nafas lega dari keduanya.
“Untung saja, ayo ikut aku!” Tarikan tangan Rivinda membuat Leo tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika mereka sampai di UKS, Rivinda dengan sabar mengobati luka di tangan Leo.
“Kenapa selalu kamu?” bisik Leo tidak sadar.
“Apa? Kamu ngomong apa tadi?” jawab Rivinda yang masih tetap terfokus pada gulungan perban ditangannya.
“Kenapa kamu selalu datang disaat aku seperti ini, jangan-jangan kamu stalker,” kata Leo sekenanya. Walaupun dalam hati dia sangat ingin tahu apa yang sebenarnya membuat Rivinda selalu menolongnya.
“Mungkin karena kebetulan atau bisa juga karena fate . .” Terlihat senyum samar di wajah Rivinda. “Kamu mau bolos jam pelajaran nggak?” Tanya Rivinda tanpa menghiraukan raut wajah bingung dari laki-laki disampingnya.
“Sejak kapan, Rivinda cewek paling rajin di sekolah jadi hobi bolos? Aku nggak salah denger kan.”
Kata-kata Leo langsung membuat wajah Rivinda menjadi merah padam. “kalau kamu nggak mau bilang aja gak usah bawa-bawa yang satu itu!” Leo kaget dengan perubahan sikap Rivinda, dan membuatnya sedikit merasa bersalah. Wajahnya yang biasa tampak ceria kini terlihat menahan tangis. Rivinda sendiri kaget dengan perubahan suaranya yang langsung naik beberapa oktaf ketika mendengar kata-kata Leo.
“k-k-kamu  kenapa?” Leo bingung harus berbuat apa.
Jantungnya seakan berhenti memompa ketika melihat Rivinda terduduk dan menangis. Ingin sekali dia memeluk gadis itu dan membuatnya tenang. Dan, tiba-tiba tangannya bergerak tanpa dia perintah, memegang bahu gadis itu yang naik turun karena isakan tangisnya. Tapi yang terjadi malah Rivinda semakin menangis dan memukul-mukul dada Leo yang mencoba menenangkannya. Terpaksa Leo memeluk gadis itu agar tangisnya berhenti. Karena kalau tidak, mungkin sebentar lagi seluruh murid dan guru di sekolah ini akan berlarian ke UKS. Dan entah apa yang akan terjadi pada Leo selanjutnya.

TBC . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar