Minggu, 28 April 2013

Time Machine (Part 4) -- Fashion Runaway

Masih menikmati tatanan cerita yang membuat jantung Venus berdegup parah. Meja membundar duduk melingkar seperti bermain ‘truth and dare’. Pelayan kembali berdatangan mengusik aliran permainan mereka, yang ada pesanan makin menumpuk dimeja. Makanan manis, minuman dingin, makanan utama, makanan penutup semua seakan tersedia dimeja.
“Siapa selanjutnya?” Nara menawari. Matanya menyapu ekspresi teman-teman dihadapannya dengan misterius. Venus mulai menirukan suara drum yang berdebam beriringan sambil menyeringai gemas melirik kearah Ji Eun.
“Ya, aku sadar diri” Ji Eun memutar bola matanya. Menunjuk satu foto, diamati tulisan yang tertera dibelakang foto itu ‘Fashion Runaway’, “Sepertinya aku mengenal istilah ini..” Ia menggapainya, memejamkan matanya sepersekian detik lalu melotot “Oh my god… M style!”.
Minwoo sibuk mengukur lekuk tubuh Hyesung dengan meteran andalannya. Mempersiapkan seragam yang cocok untuk acara ‘Open house Ocean’ dimana acara itu sering diadakan setiap tahunnya untuk menarik perhatian murid-murid baru yang dilakukan dalam sehari penuh. Tiap kelas akan dilombakan atas dasar kreatifitas acara mereka. Pemenang akan dinilai berdasarkan pengunjung yang paling banyak. Fabulous.
“Kelas desain akan mengadakan apa waktu hari H?” Tanya Hyesung penasaran.
“Mini café mungkin atau rumah hantu” Minwoo menjawab alakadarnya. Membenamkan diri dibalik kain-kain yang berserakan. Berkonsentrasi. Memadu-madankan setiap warna, tak lepas dari pensil ukur yang menyangkut ditelinganya.
“Konsep rumah hantu sudah menjadi tradisi kelas drama”
Fashion show identik dengan kelasku, itu konsep yang bagus”
“Tapi anak SMP tidak akan memakai pakaian seperti di fashion show-kan?” Masih cerewet dengan pendapatnya. Minwoo mulai kesal.
“Ya! Kelasku sibuk memfasilitasi kalian dengan kostum yang aneh-aneh sampai tidak ingat bahwa kelasku juga harus ikut acara open house!”
Hyesung merinding melihat wajah Minwoo yang superdatar, “Mianhae”.
Just shut up
Hyesung diam seketika. Teman sensitifnya kembali bergerumun dengan meteran dan jarum pentul yang kini ditusukkan ke calon baju Hyesung. Alih alih Hyesung yang hening kini mulai mencoba bermain-main dengan benda-benda sekitar. Mengurangi rasa bosan. Menusuk-nusuk manekin, memakai topi bulu-bulu yang ada didepannya, ia menengok kanan kiri memandangi aksesoris aksesoris yang ada dikelas desain. Pemuda berponi itu mulai tertarik pada sebuah kotak berwarna merah marun disebelahnya terdapat pita lucu diatas penutup lalu ia mendekati. Dijulurkan tangannya kemudian dibuka. Didalamnya terlihat syal bercorak garis-garis biru dan merah jambu, ada inisial M dipaling ujung. Hyesung menariknya.
Brak..brak..brak secepat kilat ada yang menyeret segala benda ditangan Hyesung. Minwoo dihadapannya, mendelik kearahnya. Tamatlah riwayat Hyesung.
“Wae?!”
“Jangan sentuh atau kostummu yang elegan akan jadi kostum babi” ujar Minwoo datar. Masih memicingkan matanya. Pipinya semburat kemerahan. Lantas meninggalkan Hyesung yang terperangah.
“A…ada apa dengannya hari ini”
*****
Kotak merah marun itu masih dibawanya kemana-mana. Berputar-putar didepan kelas musik. Perasaan kesal dan was-was menyelimuti. Rasanya jengkel dan malu, ada yang aneh dengan dirinya. Bersikap acuh pada ketua OSIS tadi membuatnya sedikit lega. Mimiknya bingung, mengintip sesuatu diruang kelas yang masih sibuk. 10 menit menunggu, bel istirahat berdering kencang. Seluruh murid menghambur keluar. Muncul sosok yang ia tunggu-tunggu. Pemuda tegap dengan senyum yang cemerlang, memanggul gitarnya dipunggung. Sang gitaris. Junjin, keluar kelas.
Mimik Minwoo langsung berubah ceria, tubuhnya melaju kearah temannya itu. Ia mendorong dengan tergesa-gesa. Junjin terkesiap lalu melangkah mundur masuk keruang kelas lagi. 
“Jinnie-ya, buatkan aku surat cinta” desaknya.
“Hah? Apa kau sudah gila, sejak kapan….”
“Ssstt….jangan keras-keras. Ini aku membuatnya dengan sepenuh hati” Minwoo membungkam mulut Junjin yang kebingungan. Menyodorkan kotak merah marun berisi syal buatannya.
“Huwoo, kyopta!”
“Bantu aku menaruhnya di loker Jessica”
Rencana gila sudah mulai tersusun secara sistematis diotak Minwoo kala itu. Cintanya ada pada Jessica, gadis dari kelas tari. Ia menyukai gadis itu sejak penampilan tarinya yang memukau ditiap acara festival tari antar sekolah yang diadakan setiap tahun. Minwoo sering mengajukan diri untuk menjadi wardrobe jika kelas tari ikut lomba demi melihat Jessica. Dan sekarang Minwoo memberanikan diri untuk memberi hadiah kecil. Secret admirer.
“Aish…Jinjja? Jessica?” Junjin terlihat shock melihat temannya yang serius.
“Jebal…..”
“Haha pria ini..” Junjin tertawa geli dengan hujatannya yang khas “Kapan beraksi?”
“Nanti siang. Tapi aku tidak tau dimana loker Jessica?”
“Jjang! Sampai ketemu nanti siang, aku harus bertemu klien dulu” melenggang keluar kelas dengan keangkuhan seperti biasa.
“Eyyy…tunggu dulu!!! Jinnie-a!!” teriaknya.
Jinjin melambai dalam diam lalu menghilang dibalik kerumunan murid-murid lalu lalang.
*****
Istirahat kedua. Pukul 12.00. Status lorong loker semi-aman. Junjin meneropong dari sudut-sudut gang tempat ia dan Minwoo bersembunyi. Sudah siap dengan segala hadiah segenap hati yang dibawa sahabat galaunya itu. Junjin sedikit mendesah.
“Aigo..perbuatan apa ini”
“Sudahlah, ini akan menjadi kenangan masa SMA” Statement Minwoo membuat Junjin semakin khawatir.
Sebentar-sebentar mereka berdua menghembuskan nafas panjang, berakting seolah-olah sedang mengobrol jika ada murid yang lewat kemudian bersembunyi lalu menengok lagi.
“Hei, bukankan loker itu selalu dikunci?” Pertanyaan paling dasar muncul dari bibir Minwoo. Rencana yang matang digoyahkan oleh masalah kunci. Hampir putus asa atas kesadarannya itu. Junjin menoleh kearahnya. Merogoh sesuatu dari dalam sakunya.
“Cha-chang!!!” Sebuah kunci digenggam erat oleh jari-jari Junjin. Mata Junjin menyipit, tawanya menyeruak lebar hingga barisan giginya yang putih terlihat jelas.
“HUWOOO…..Daebak!!”
Minwoo seperti anak kecil dihadiahi permen. Memeluk kawannya itu dengan erat sambil melompat-lompat. Senyumnya benar-benar mengembang melihat kecerdasan Junjin. Tak henti-hentinya mendewakan kunci itu.
Misi dimulai. Langkah kaki si gitaris tampan mengendap-endap. Layaknya agen rahasia, matanya melirik kekanan dan kekiri tanpa ekspresi. Menggotong sebuah kotak merah marun. Mulut Minwoo komat-kamit tak karuan menelaah tingkah temannya yang berlebihan. Ada sedikit rasa tak yakin mempercayakan semua pada Junjin. Firasat aneh, gambaran akan kotak itu tak tersampaikan pada yang dituju, tapi ditepisnya begitu saja lantaran saat ini hanya wajah cantik Jessica yang terpampang dipikirannya. Pasti dia akan sangat bahagia saat mengetahui bahwa ada hadiah didalam lokernya.

Kotak-kotak berwarna biru itu diam ditempatnya. Bernomor-nomor membuat mata Junjin sedikit samar. Mulai menghitung dan memastikan nomor 20J adalah milik Jessica. Lubang kunci penuh dengan kuncinya. Suara cklak terasa nyaring ditelinga Junjin. Pintu loker terbuka. Dia sedikit meng-huwoo ketika melihat isi loker syarat akan beberapa peralatan merajut dan kancing-kancing berbagai ukuran. Sejak kapan Jessica suka merajut, pikirnya. Masa bodoh dengan pikirannya, ia cepat-cepat meletakkan barang itu ditengah-tengah. Mendengar ada suara tapak kaki yang datang, buru-buru ia menutup kembali pintu loker, menguncinya dengan rapat lantas belari cepat menghampiri kawannya yang sudah was-was dipojokan gang.
“Bingo! Berhasil ayo pergi-pergi”
Dongwan dan Ji Eun muncul mendekati ruang loker. Bercengkramah ria, sama-sama menikmati roti keju digenggaman. Yang membedakan hanyalah apa yang mereka genggam ditangan satunya. Ji Eun dengan gulungan kertas gambarnya dan Dongwan dengan kamera poket menggantung dilengan kirinya. Berhenti sejenak didepan loker Ji Eun.
Dresscode kelas fotografi harus semenarik mungkin, warnanya yang cerah. Kita akan membuat studio besar-besaran untuk murid-murid yang berdatangan” pinta laki-laki yang tak terlalu tinggi itu.
“Iya, akanku usahakan. Acara seperti ini selalu melibatkan kelas desain otomatis order-an dresscode akan menumpuk” mengambil kunci loker dari dalam saku, “Kita hanya konseptor, jika kurang tenaga kelasku sering meminta tukang jahit dari luar untuk membantu” tambahnya.
“Lantas, kelas desain akan membuat acara seperti apa?”
Sambil mencari jawaban, Ji Eun mencoba untuk membuka kotak lokernya, “Emm…fashion show mungkin. OMO!”. Sebuah kotak merah marun menyembul dari dalam lokernya.
Dongwan ikut-ikutan kaget, menengok kearah yang sama dengan apa yang di lihat Ji Eun. Roti keju dan kertas gambarnya dimasukkan begitu saja didalam pinggiran ruang kosong lokernya. Kotak merah marun berpita cream diatas kedua tangannya. Mulut Ji Eun dan Dongwan seketika menganga. Saling menatap satu sama lain kemudian menyorot kotak itu. Yang ada dibenak gadis itu ialah siapa dan kenapa sedangkan di benak Dongwan adalah hot news.
“Ini akan menjadi berita dimadingku” celetuk Dongwan. Detik berikutnya bidikan lensa kamera menangkap benda kotak itu. Jepret!
Tak menggubris jepretan Dongwan, ia segera membuka kotak misterius itu. Makin terperanjat saat tau isinya adalah syal berinisial M. Ditutupnya cepat-cepat, berkedip si Ji Eun tak percaya. Mengambil roti kejunya, membanting pintu loker keras-keras. Tanpa bicara ia melarikan diri meninggalkan Dongwan, memboyong kotak itu.
*****
Yang ada dihadapan Ji Eun saat itu cuma Hyurin. Cuma Hyurin yang setiap istirahat sering mengunjungi perpus dan entah kenapa kakinya berbelok masuk ke perpustakaan hanya karena tampak sosok Hyurin dari dalam.
“EONNIE!!!!!!”
Dari arah berlawanan Hyurin yang sedang serius membaca buku seketika terusik dengan teriakan melengking begitu juga pengunjung perpus yang lain. Alhasil suara teguran dan cibiran keras datang menghujanni Ji Eun. Dia hanya terkekeh malu, “Mianhae…mianhae” kemudian mendekati Hyurin dengan bersemangat.
“Hyurin-a lihat ini. Ini syal dengan inisial M diberikan padaku, diletakkan dilokerku. Kyaa! Pasti dari Minhyuk oppa”
“Ah, Jinjja? Si drummer Minhyuk? Kelas musik? Huwoo akhirnya setelah sekian lama, kau yang selalu menguntitnya. Selalu membicarakannya dibelakang. Aku pikir akan bertepuk sebelah tangan” Kala itu Hyurin berhasrat untuk menggoda.
“Eyyy…jangan begitu. Aku sudah mendengar gossip, katanya dia memang diam diam suka padaku”
“Hehe beruntung sekali”
Sejenak kegembiraan absurd terpancar dalam diri Ji Eun. Mengumbar senyum-senyum sendiri sambil memandangi syal itu. Mengusap-usap simbol M yang melekat diserat-serat kainnya. Anehnya, tak ada bayangan Minhyuk yang terlintas dirajutan panjang itu. Hanya sekedar ucapan biasa yang terlontar dari mulut gadis berambut gelombang itu. Benarkah Minhyuk? Atau Min Min yang lain?
*****
Malamnya, gadis yang baru mendapat hadiah tadi benar-benar tahu cara menghibur diri. Berjalan-jalan ditaman. Syal yang dianggapnya dari Minhyuk sudah menggulung dilehernya. Berbalut mantel merah tebal menghangatkan seluruh badannya. Sepasang sepatu boot berhak tinggi ditambah sarung tangan garis-garis yang match dengan syal barunya menambah aksen kehangatan. Sekedar mencari inspirasi, berkeliling menghirup udara segar dalam kesendirian. Kebiasaan yang sulit dihilangkan dalam diri Ji Eun.
Masih terperangkap dalam lamunannya. Sesekali ia menyentuh syal itu, berkali-kali mencium lalu mendekap syal yang dipakainya erat-erat. Oppa…perasaan apa ini. Duduklah ia disalah satu bangku taman, membelakangi air mancur. Menatap bintang seraya mengkreasikan bayangannya
Sejak kapan Minhyuk oppa suka merajut? Bahkan saat berbicara denganku yang sering dibahas adalah tidak jauh dari drum dan sticknya. Bagaimana mungkin? Atau dia diam-diam memperhatikanku, ah…ottoke >.<

Guk..gukslurp slurp

“HYAAA..!” Gonggongan beserta jilatan anjing merampas imajinasi romantis Ji Eun.
Anjing mungil berbulu putih bersih mendandak beratraksi manis-manis dihadapannya. Menatapnya dengan sorotan lemah lembut menggemaskan. Menarik perhatian Ji Eun.
“Kyopta, lebat sekali bulunya. Lembut dan mengembang seperti gula-gula. Apa yang membuatmu kemari?”
Digendongnya anjing itu. Diletakkan dipangkuannya. Tangan Ji Eun menggapai-gapai perutnya menggelitiknya lembut. Kelingkingnya menyentuh sesuatu. Kalung bertuliskan ‘Poly’ tercetak digantungannya. Semakin gemas, Poly dimain-mainkan.
“Hai, Poly-ssi hehe”
Poly makin manja. Menggelayut-gelayut dalam dekapan. Ji Eun dianggap seperti majikannya. Tidak semua anjing jika bertemu orang asing langsung mengakrab seperti ini. Moncong hidungnya mendengus-dengus, Ditarik-tarik syal Ji Eun hingga lepas. Menyelundup kemudian menggulungkan diri didalamnya. Kedinginan. Merasa tak tega, ia mengalungkan syal itu sambil membelainya dengan lembut.
“Jika kau suka pakailah, aku selalu merasa tak tega jika tau anak anjing sepertimu tersesat seperti ini. Siapa pemilikmu? Laki-laki atau perempuan?”
Poly hanya menunjukkan matanya yang bulat lalu menggonggong pelan,
“Jika laki-laki dan itu tampannya mengalahkan Minhyuk, aku berharap aku akan berjodoh dengannya. Jika itu perempuan akan ku jadikan saudara haha seperti sayembara saja”
Kali ini, Poly menyalak kencang sambil menggigit syal itu. Ji Eun tersentak. Tiba-tiba Poly melompat, berlari masuk kesemak-semak.
“POLY!!! POLY kembali…” Poly lenyap melarikan syal Ji Eun, “Ahh..Jinjja. Syal Minhyuk oppa…” nadanya melemah.
*****
“POLY-a kemana saja. Pabo-ya!” Pemuda berkacamata itu mengerang. Kedua tangannya merengkuh anjing kesayangan yang muncul dari semak-semak. Memukul-mukul punggungnya pelan. Diangkatnya sebentar lalu didudukkan diaspal jalanan taman. Telapaknya memegang sesuatu.
“Ini milik siapa?” Mengambil syal itu dari leher Poly. Meraba setiap inci kain bergaris itu. Minwoo terhenyak. Menatap benda itu masih utuh dengan warna yang tidak asing dimata. Masih terasa sentuhan kecil saat ia merajut simbol namanya diujung. ‘M’.
“Kau habis bertemu Jessicakah, Poly?” Berbicara dengan hewan itu. Kepala Poly menggeleng seakan mengerti maksudnya. Mengibaskan ekornya lantas menyalak lalu menggigit sepatu Minwoo dengan geraman. Bermaksud mengarahkan majikannya kepada si pemberi syal itu.
Pemuda itu mengerti maksud peliharaannya. Dengan syal digenggaman ia mengikuti langkah makhluk itu, menerabas semak belukar. Ranting-rantingnya menancap dirambutnya yang acak-acakkan. Dedaunan menempel disisi-sisi jaket beludru hitamnya. Dari semak-semak ia menerawang ada air mancur ditengah-tengah taman. Sepi.
Ia mendengus kesal, “Jangan permainkan aku Poly!”, Poly kini berlari lalu duduk sambil melompat-lompat ditempat ia bertemu Ji Eun yang telah lenyap.
*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar