Jumat, 14 Juni 2013

Time Machine (Part 7) -- Happy Ending

“Sudah jangan galau, boleh mengingat masa lalu tapi masa lalu yang menyenangkan” Nara berusaha mencairkan suasana sendu.
“Wine ini sepertinya membuatku sedikit mabuk. Lanjutkan ceritanya, kita habiskan sampai tengah malam.” Sora menaruh botol wine kosong ditengah tumpukan foto-foto terakhir kemudian menyantap potongan biscuit coklat milik Paran tepat disebelahnya.
“Hyaa…” Raungan Paran tampak tak iklas berbagi biscuit.
Kesenduan berubah menjadi kehangatan kembali. Semua wanita dengan wajah penostalgia ini ternyata masih menjadi pemerhati yang baik. Mulai kisah malu-malu Paran dengan cinta pertamanya, Ninri dengan pemetik gitarnya, Hadiah syal untuk Ji Eun yang tiba-tiba menghilang, cerita setan tampan yang menghentak hati Hyurin hingga cerita mahagalau Sora. Inilah ciri khas wanita dengan segala cuap cuap yang tak pernah habis.
Tak usah dibayangakan berapa lama mereka duduk, berapa banyak mereka memesan makanan dan minuman kemudian berapa kali harus kekamar mandi sekedar untuk pipis dan bermake-up. Yang paling sadis adalah seberapa parah kebisingan yang mereka timbulkan didalam cafe yang tak seberapa besar itu hingga malam, hingga café itu tutup.  Para pelayanpun serasa tak pernah berkomentar ataupun keberatan dengan kedatangan mereka. Intim.
Ada sesuatu yang mengetuk hati Nara saat jemarinya sudah menyentuh sebuah foto yang semestinya menjadi rahasia tersendiri.  Sedikit tersenyum kearah teman-temannya. Rasa penasaran bermunculan di atas kepala para sahabatnya.
“Eum..kali ini aku tidak ingin bernostalgia. Aku ingin me..eum..melakukan pengakuan dosa. Ya sepertinya ini saat yang tepat” Suaranya sedikit memaksakan keceriaannya.
“Apa itu?” Tanya Hyurin dengan wajah ingin tau.
Foto yang ia genggam diputarnya perlahan, kedua alisnya saling bertautan seperti gemas tapi juga takut-takut untuk mengejutkan para Venus yang dikerubungi rasa penasaran. “Mianhae~”
Sebuah foto berformat fotobox Nara dan sosok laki-laki yang awalnya terlihat asing hingga rekan-rekannya memutuskan untuk berdiri dari kursi kemudian berangsur menghambur kedepan, mendorong meja yang penuh dengan makanan. Membuat suara gelas-gelas berdenting dan bergeser. Fix! penglihatan mereka tidak pernah salah, Dongwan dengan rahangnya yang keras tertawa lepas. Selepas itu, yang ada hanya tatapan Ziinging~ dari kawan-kawannya dan yang paling tajam adalah Sora.
“A..a..aku akan menjelaskannya segera” Gugup Nara.
“Selama ini kau menutupi semua ini?” Sahut Ji Eun.
“Bagaimana mungkin disaat kita sibuk bermain api dengan cecunguk cecunguk itu, kau sibuk dengan Dongwan?” Celetuk Ninri.
“Bagaiamana kau bisa menyembunyikan ini semua selama dua tahun?” Pertanyaan menghujam yang lain datang dari Hyurin.
“Ooo..aku tau asal semua foto ini, sekarang” Paran menambahi.
“Ya...ya itu hal yang berbeda” Nara mencari alasan.
“Rasanya berbeda saat kau merasa kasmaran kan?” Sindir Sora membekukan mulut gadis sembrono itu.
Bervariasi pertanyaan dan sindiran menumpas segala kegalauan yang ada diam-diam mereka bercanda dalam aib yang dibangun Nara. Gadis itu memucat kemudian menarik nafas. Memandangi foto kenangan. Tersenyum manis. Kemudian mengawasi satu persatu temannya yang kini sudah kembali di singgasana zona nyamannya masing masing masih menahan rasa curiga dan kekesalan tapi tidak untuk Paran dengan pose imutnya.
“Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikan hubunganku dengannya saat itu. Kalian sibuk dengan urusan permusuhan dua kubu sedangkan aku dan dia hanya sebatas saling bertukar informasi” Menjelaskan dengan santai. “Kalian tidak pernah curiga kenapa hanya aku yang tak pernah bertengkar dengan Shinhwa”
Ada rasa mengganjal saat mendengar penjelasan Nara yang sedikit meragukan “Dalam kondisi apa kau bisa jatuh hati padanya? Jelas jelas Dongwan…”
“Dongwan oppa bukan anggota Shinhwa” penekanan dari bibir Nara mematahkan argumen Ninri. Seketika memahami.
“Uuu..dia bahkan masih menyebutnya Oppa” Paran dengan lugunya mengompor keadaan. Kondisi dipenuhi dengan berbagai alasan dan keterangan yang membuat Venus focus dengan argument masing-masing. Ada yang menggerutu ada yang pasrah bahkan mengomel-ngomel sendiri merasa tak adil dan segala ocehan mereka meracau seperti pasar.
“Kan aku sudah bilang mianhae hal itu diluar prediksi. Aku putus dengannya setelah lulus SMA kemudian…”
“Permisi, Café Shinhwa akan tutup 15 menit lagi” Suara tak asing datang memecah suasana tepat ditelinga Nara, Paran, Ninri, Ji Eun dan Hyurin secara bersamaan. Tangan mereka sibuk memeluk  Venus dari belakang kecuali Sora membuat dia mengaduh. Kepalanya hanya menggeleng menanti sumber tangan yang lain memeluknya dari belakang tapi tak kunjung terjulur. Kepalanya mendongak.
“Apa? Kau mau dipeluk dari belakang?” Eric menyambar dengan kejam disebelah Sora yang berharap. Wajah Sora memerah.
“Kau ini suami macam apa, antar aku pulang sekarang” Desah Sora jengkel.
“Sudah selesai bermain-main dengan masa lalu?”
“Ya”
Senyum Eric mengembang. Tubuhnya yang tinggi tertunduk sekarang. Menatap mata Sora lekat-lekat. Tangannya terjulur disela-sela kakinya. High heels pink yang ia kenakan dilepasnya perlahan. Sora hanya termenung melihat tingkah aneh suaminya itu. Sekarang Eric memutar tubuhnya, menunjukkan bagian punggungnya yang luas. Dia berdecak “Ayo naik”
“Cieeee……” Semua menghuru-hara <~ (ini apa ya allah T.T Eric so sweet…*daaash!!*)
Mereka dengan segala kebodohan yang pernah dilakukan semasa SMA. Pelayan yang diam diam memperhatikan pembicaraan mereka, pelayan dengan celemek putih yang berlalu lalang seolah mengacuhkan para wanita dengan karakter yang berbeda. Kisah ke-fate-an mereka yang absurd hingga menjadi ini. Menjadi Café Shinhwa dengan owner suami-suami Venus sekarang. Kisah-kisah nostalgia tampak seperti kenangan terpendam namun dimasa depan adalah sebuah jawaban yang indah bagi Venus dan Shinhwa.
“Siapa yang tertinggal dibelakang, pasangan itu harus mengunci pintu Café. Siap?” Seru Eric.
Semua dengan permainan konyol mereka diakhir malam. Shinhwa dengan posisi membopong istri-istrinya di punggung. Berbaris sejajar. Konyol.
“START!!!” Aba-aba meluncur dari bibir Junjin. Menghempaslah mereka. Berlari kencang dengan kebahagiaan masa sekarang.
Hanya pasangan Dongwan dan Nara yang berpura-pura. Berpura-pura bermain. Menatap ke lima pasangan berlari kencang. Saling menjatuhkan sama lain. Menerobos pintu kemudian terjatuh bersamaan. Tertawa lantang. Hanya mereka berdua yang tertinggal. Saling melihat satu sama lain kemudian keduanya tertuju pada meja bundar yang masih tetap diam dengan segerumun sampah dan tak lupa potongan foto-foto sisa yang tertelungkup disitu. Apa yang ada dibaliknya?
Dibaliknya semua foto itu satu persatu. Pesta pernikahan Venus dan Shinhwa. Ji Eun dengan balutan wedding dress putih menggandeng Minwoo yang bergeming malu-malu. Paran dan Andy dengan pose bbuing bbuing mereka tertangkap candid camera memakai pakaian khas tradisional Korea. Ninri menyampirkan tangan kanannya dileher Junjin yang sedang asik memegang gitar. Hyurin dengan gayanya yang khas anak rajin. Memegang buku sebagai pengganti buket bunganya bersama Hyesung disebuah perpustakaan kota.
Sora dengan pose yang paling manis bersanding dengan Eric disebuah taman bermain. Yang terakhir adalah Dongwan menggendong Nara sambil memegang kamera kesayangannya dibawah pohon rindang. Foto mereka tampak biasa yang membuatnya tampak indah dan manis adalah balutan gaun-gaun putih bernuansa cream dan orange ditambah Tuxedo kehitaman milik mempelai pria yang begitu anggun, yang mereka desain sendiri untuk foto prawed dan pesta pernikahan mereka. Nara menata satu persatu foto itu. Membungkusnya dengan rapi dalam sekantong amplop coklat. Jangan sampai ini hilang….ungkapnya dalam hati.
“Takdir mereka berakhir sampai sini ya?” Dongwan angkat bicara.
“Hehe iya. Ketika takdir mereka dipertemukan oleh sebuah pick gitar, syal bahkan cerita galau masa lalu lantas apa yang mempersatukan kita?” Tanya Nara dalam keheningan.
Sambil menengok ke arah gerombolan huru hara diluar Café. Mata Dongwan menerawang jauh kedepan. Melambai pada orang-orang yang kini memberi isyarat untuk segera mengunci Café.
“Kamera? Kurasa tidak. Tapi Kisah mereka, pengalaman mereka yang telah mempertemukan kita. Tanpa sadar kita selalu ada disisi mereka, dalam kondisi senang sedih sekalipun. Kita selalu ada disisi mereka” Senyum Dongwan.

Kamis, 13 Juni 2013

Time Machine (Part 6) -- Blue Feeling

“Perjalanan nostalgia kita akan berakhir sebentar lagi, tinggal dua orang sebagai cerita penutupan” Ninri mengayun-ayunkan kepalanya ceria. Yang lain hanya bertepuk-tepuk sambil menatap ekspresi kosong Sora.
Tak pernah tau rasanya waktu diputar dan berputar. Seolah hanya cahaya yang mempermainkan kedua mata. Dari cahaya kekuningan, putih transparan lantas menjadi senja. Begitu yang dirasakan lalu lalang orang dan pelayan didalam café. Orang datang membeli sesuatu kemudian berlalu, entah berapa pengunjung datang dan pergi namun cuma satu meja itu saja, satu meja dengan segala cerita, imajinasi dan canda yang tak pernah pergi. Dan sekarang datanglah sang malam. Pengunjung mulai habis.
“Hm?” Sora tertegun kemudian tersadar “Oh..sekarang giliranku. Entah kenapa ada nuansa aneh disekelilingku. Mungkin waktu sudah mulai malam” Cengirnya.
Lima foto sudah hilang dari atas meja, dengan sedikit waspada wanita berkulit langsat itu mulai berdeham kemudian mengambil salah satu dari yang paling bawah dan paling terselip. Memperlihatkannya terlebih dahulu kepada keenam rekannya.
“Owhh…..”
Tak satu orang pun berkomentar panjang. Ia penasaran lalu melihatnya sendiri. Wajahnya melukiskan sesuatu yang absurd, entah karena sedih atau malah bahagia. Satu kondisi dimana Sora mendapat ‘blue feeling’, marah sejadi-jadinya dan air mata tumpah.
“Hya, kau yang mengambil foto ini” Menunjuk Nara dengan gayanya yang khas preman membuat gadis mungil itu tersenyum geli.
Sedikit bingung untuk memulai ceritanya, matanya mulai berputar melihat suasana temaram. Menghela nafas sejenak. Menaikkan poninya. Berpura-pura menghitung para pelayan yang tanpa interaksi. Bola matanya tertuju pada salah satu pelayan dengan tubuh tegap berhidung paling mancung diantara yang lain, sekan menarik perhatiannya, menyunggingkan senyum kepada pelayan yang tak menatapnya. Seperti menarik saja bagi Sora ketika melihat pelayan itu disibukkan dengan botol-botol wine didepannya.
Rekannya mulai mengantisipasi gerakan Sora yang tiba-tiba berdiri dari kursinya. Berjalan kearah pelayan dibalik meja bar. Membiarkan mereka bercakap satu menit, pria itu mengangguk, menaikkan kedua alis tebalnya lalu menggeleng perlahan. Memikirkan sesuatu. Sora memainkan rambut berkembangnya, memutar gelas-gelas kaca tepat didepannya. Sedikit menggoda. Diakhiri dengan kata sepakat. Tapi begitulah Sora dengan ciri adaptasi dan persuasi yang baik. Tak lama tangan kanannya kembali bersama sebotol wine. Sora si biang modus.
*****
“Emm..mianhae” Suaranya berdengung ditelinga sosok tegar, Sora. Bibirnya menciut, tas Puma kesayangan yang Ia jinjing dihempaskan begitu saja di tengah lorong. Botol minumnya keluar dari sisinya.
“Wae? Kenapa kau harus kembali?” Ada rasa penasaran dalam diri Sora. Pria dengan balutan seragam dengan warna berbeda itu mulai melangkah mundur. Bergegas mengambil ancang-ancang terkena hujatan dari gadisnya.
“Aku menyesal meninggalkan dan menyakitimu yang dulu sangat tulus… “
“Arraseo..” Sora bergegas memotong pembicaraan dengan angkuhnya. Matanya menatap sendu mata Key yang mulai kebingungan mencari alasan. Ia sudah tegar menghadapi hal macam ini, hal-hal menyakitkan yang pernah ia tempuh seperti bergonta ganti pasangan, menyakiti seenaknya tapi ia melakukannya karena hal ini. Karena alasan masa lalu yang membuatnya menjadi liar. Membeku dan menghancur seperti abu. Hatinya. Seperti tinjuan keras di ulu hatinya.
Diwaktu itu juga, mereka tidak hanya berdua tapi bertiga. Istilah tembokpun bisa mendengar telah terjadi diposisi Eric. Seperti adegan –adegan difilm romantis, ketika orang yang menarik perhatianmu sedang berdiri membelakangi pintu dan kau dibaliknya. Entah sejak kapan si rapper itu berada disitu, yang jelas sekarang dia hanya memandangi cermin-cermin yang memantulkan dirinya dengan mata kosong sambil menguping pembicaraan mereka.
“Kau tau, aku mengalami perubahan setelah pengkhianatan yang kau lakukan. Masaku sekarang bukan lagi gadis baik-baik dan lugu dengan segala kelembutan yang kupunya. Hampir tiga tahun aku memperlakukan laki-laki seperti anjing pesuruh” Pancaran matanya penuh rasa sakit. “Bagaimana caraku membangun itu semua? Kau tau? Dengan membencimu aku menjadi kuat, dengan tidak lagi mencintaimu aku menjadi menang dan dengan tidak memaafkanmu aku menjadi seperti sekarang. Kim Sora!”
Seperti dihujam pedang, segala maaf dan kegentle-an Key menjadi ampas. Sora layaknya mayat berhenti bernafas, berusaha menahan air mata. Sesak. Laki-laki didepannya adalah laki-laki pertama yang mengenalkan dia tentang cinta dan pengkhianatan. Pria pertama yang menjadi kekasihnya, yang paling ia sayang, kesedihan yang ia rasakan seakan melayang, kesenangan yang menjelma menjadi kayangan saat bersama Key.
Ketegangan yang mereka alami dirasakan juga oleh Eric. Dari yang hanya sekedar duduk hingga tubuhnya yang sekarang hampir terhentak. Meresapi setiap kata yang dihunuskan Sora kepada Key. Dia kehabisan kata.
“Sekarang, apa pembelaanmu?” Sinis gadis itu.
“K..kau sudah berubah. Kemana Kim Sora dengan senyum lebarnya? Perilaku childish yang suka mencari perhatian? Pelukan hangat yang sering aku dapatkan, mimpi yang sering ia ungkapkan”
She is gone. Get lost with her amazing dream. Apa yang kita bangun dulu adalah bualan belaka sekarang. Semuanya tampak seperti debu bagiku. Dan kau hanya halangan kecil yang akan hilang terbawa angin” Senyuman menghina perlahan ia sematkan. “Mianhae, Key oppa…”
Wajah Sora yang tajam perlahan mencair dengan segala kepura-puraan akan perasaan yang masih tersisa. Rasanya ingin memaafkan dan menerimanya kembali. Namun perasaan tersayatnya masih tak ingin berhenti. Masih meronta ingin disembuhkan dengan kejahatan manis sebagai playgirl untuk saat ini. Ada amarah yang benar-benar ingin ia hamburkan keluar, hampir tak tahan dan bengah dengan segala yang menyangkut hati.
Segera ia meraup tas dan botol minumnya. Merampas segala kemarahan dan kesedihannya sementara. Tubuhnya berbalik meninggalkan Key yang memucat. Pintu menjebam didepan wajahnya yang tampan.
“Hya!! Apa yang kau lakukan disini?!” Sontak Sora terlonjak, melihat Eric yang juga terbelalak dengan topi Wolf dibibirnya. Congkak.
“A..aku se..sedang dance practice” Terbata-bata. Gelagatnya mulai konyol setengah ketakutan saat atmosfir berubah menjadi membeku. Mata Sora tak bisa lagi diajak bercanda “Mianhae” Tambah Eric.
Keheningan membuat studio makin aneh. Seakan tanda untuk Eric membuka pembicaraan. Kini Sora mulai menaruh barang-barangnya diujung ruang, menyiapkan dance practicenya sendiri. Memilih-milih kaset yang akan ia putar. Mencoba menyembunyikan perasaannya yang gundah dalam kebisuan.
“Uhm..ehem. Hei bicaralah seperti orang bodoh saja tidak mau bicara. Jika ada masalah bicaralah”
Kepala Sora menegok sekelas kearah Eric. Ada yang semakin membakar emosinya. Diredamnya perlahan. Untuk saat ini membiarkan Sora sendirian adalah hal yang terbaik namun pria nakal itu tak kunjung menghentikan keisengannya. Tak bermaksud memperburuk keadaan hanya saja percakapan kecil mungkin membantu.
“Hei..Sora-ya! Jika diajak orang bicara sopanlah sedikit hargai..isk dasar wanita”
Eric lepas bicara. Sora mendongak kali ini. Kekesalannya membuncah. Menatap wajahnya lekat-lekat, mengerjab lalu mendesah kasar. Langkah kakinya menguat selangkah demi selangkah, mendekati Eric. Didepan matanya yang ada hanya samsak, setiap laki-laki hanyalah samsak. Tangannya mulai menggenggam erat ujung kaosnya, melepasnya kuat-kuat. Dibuangnya ke lantai. Bibir Eric menganga, memerah melihat musuhnya hanya memakai potongan tanktop dan celana pendek. Jadi seperti ini Sora saat latihan. Mata Sora memerah.
“Apa yang kau lihat? Apa yang kau mau dariku? Kenapa kau dilahirkan? Kenapa kita selalu dipertemukan pada saat yang tidak tepat? Bagaimana kau dengan mudahnya menjahili kehidupanku? HAH?? Kenapa kau yang muncul? KENAPA?!!”
Kemarahan itu membuat Eric melemah, baru pertama ia bertemu dengan wanita kasar sekaligus kuat dalam memendam emosinya, dalam bersandiwara, menciptakan scenario untuk panggung hatinya. Luruh sudah jantungnya, merasakan perasaan simpati yang dalam. Tak bermaksud membunuh perasaannya perlahan. Dia tau segala yang membuat Sora seperti ini. Karena pengkhianatan dari orang yang pernah ia cintai dengan tulus.
“Aku membenci, membenci setiap lekuk tubuh laki-laki pengkhianat sepertimu, Laki-laki yang sering bermulut manis, pengecut. Laki-laki yang setiap saat menyibukkan hari-harinya menjahiliku….” Bibir Sora mulai bergetar. Tak ingin mengakui air ini adalah setetes air matanya. Air mata bukan untuk keisengan Eric tapi untuk kekesalan yang lain. Perasaan menolak untuk menerima kembali masa lalunya. Ia masih mengoceh, mengeluarkan segala unek-unek dihatinya. “Laki-laki bernama ERIC MUN bahkan antek-anteknya sekalipun……” Eric terhempas sesaat. Sora kehabisan nafasnya.
Apa yang perlu dilakukan Eric sekarang? Semarah apapun wanita, pelukan adalah cara terbaik yang harus dilakukan.
“Biasanya wanita itu akan menangis sangat kencang, tapi mengapa cuma kau wanita yang menangis hanya setetes. Aneh.” Eric memelukknya erat. Suara paraunya memecah kemarahan. Sora menikmati pelukan itu sebagai sebuah kebodohan.
Sepinya semakin terasa ketika mereka berdua sama-sama termenung, memahami satu sama lain dalam dekapan mencekam yang pernah mereka lakukan. Eric dengan segala rasa bersalahnya , Sora dengan segala hatinya yang sesak.
Pintu studio tiba-tiba terbuka, sosok Nara muncul, masih dengan kameranya yang selalu menggantung dilehernya. Memanggil Sora dengan suaranya yang tinggi. “Soraaaa…..ya~” kemudian nadanya merendah saat melihat adegan yang tak biasa antara dua orang berperangai keras itu. Snap! Lensanya cepat-cepat beradu. Sebelum rekannya menjerit membodohkannya secepat kilat Nara pergi.
“Nara-ya! Kembali kau…!!!”
*****
“Apa yang kau rasakan setelahnya? Kau menyukai Eric kah setelah itu?” pertanyaan godaan mulai muncul dari kepolosan Hyurin sebagai ajang balas dendam.
“Hehe..berakhir dengan personality talentnnya yang waktu itu makin membuatku antara muak dan lumayan mencairkan susana” Sora meletakkan botol winenya yang tinggal setengah. Hampir habis ia tenggak sendirian.
“Jangan bilang dia melakukan performent rap distudio?” Tebak Ji Eun dengan perasaan kaget, tak berusaha melerai sahabatnya yang sedikit mabuk.
“Haha. Jjang!”
*****
Saneun geot Manheun geoseul da pogihae ganeun geot…….. Bokgu halsu eomneun hyujitngeul biwo. Miro Wiro Nal geonjyeojugil gido
Lagu yang ia nyanyikan berhenti dengan pose wajah meyakinkan dan paling keren untuk menghibur Sora yang bad mood. Tapi tetap saja tidak mengubah suasana pertengkaran menjadi persahabatan anatara dua kubu. Yang ada semua barang Eric; tas dan jaketnya diberikan begitu saja.
“Out! Kau bukan dancer jadi pergilah. Cukup sehari ini aku berbaik hati selebihnya jangan harap” datar Sora.
“Hash..baru pertama kali juga aku melihat wanita yang sangat sombong dan tak tau berterima kasih setelelah mendapat pelukan” sekilas Eric mendecak untuk menggoda Sora yang sekarang muncul semburat kemerahan di pipinya yang pucat.
“Pelukanmu itu untuk gadis gadis yang tidak punya akal sehat” Mata Sora mulai melotot dan mengepalkan tinjunya. Eric keluar dengan tampang paling manyun yang pernah ia lihat.
Holding your heart, Sora….berfikirlah kau  masih punya akal sehat.
*****

  

Selasa, 11 Juni 2013

Time Machine (Part 5) -- Labyrinth Shock

Terkadang cinta sejatimu itu tinggal sejengkal, berjarak 1 meter dari pandangan tapi kita tak mampu menangkap dengan mata telanjang.
Mata Hyurin menatap kosong perkata didepannya. Membaca kalimat terakhir dari novel yang ia genggam. Rasa kantuk menyerang, sudah dua jam ia mengganggurkan diri diperpus. Mengeluarkan pikiran jenuh soal kematangan konsep open house untuk besok. Perihal pameran Paper craft.
“Seharian ini tidak bertemu para Venus, pasti sibuk dengan urusan masing-masing padahal sudah siang begini. Ah membosankan” cibir gadis itu ditengah kesendirian.
Nuansa perpus memang enak untuk tidur. Sunyi. Kelembaban dari buku-buku tua hingga terbaru bercampur jadi satu. Lelah membaca, diletakkannya buku merah jambu itu, diliriknya untaian kata ‘FATE’ disampul depan novelnya. Sambil mengerang ia berdiri lalu melenggang pergi. Berharap acara besok lancar.
 “HYAA!! Kenapa acara kita sampai jam empat sore? Bukannya sudah sepakat sampai penutupan! Mau mati ya?” Sora sudah mengacung-acungkan tangannya ke arah Hyesung, merampas kera bajunya. “..Sudah setengah mati kami bekerja, kenapa kelas dance yang harus dipotong jam pertunjukannya? ”.
“Tu..tunggu sebentar…” Berusaha melepas tangan ganas Sora. “I..itu karena kelas kontemporer ingin menggunakan sebagian taman” Bibir tipis ketua OSIS terkatup-katup.
Sorot mata Sora seketika menajam lantaran mendengar kata kelas kontemporer. “Ini pasti kerjaan si kunyuk Eric. Bilang padanya pertunjukan labirinku tidak diperuntukkan untuk kelas kon-tem-po-rer dan tidak untuk didatangi oleh Erric-Mun, Lee Minnn-woo, Park Junnn-jin” penekanan kata yang sangat faseh dan jelas. “.... Satu hal pertunjukanku dimulai jam dua tepat dan berakhir pukul 8 malam titik” kemudian gadis temper itu pergi.
Jantung Hyesung melorot begitu saja. Hembusan nafas panjangnya pertanda buruk. Bibir tipisnya manyun. Suara seru-seruan datang dari arah belakang. Tampang Hyesung mulai bergidik. Yang disebut-sebut muncul beriringan dari belakang. Siap menerkam kegagalan pemuda berponi klemis ini. Tiga pemuda penuh taktik mulai mengerumuni Hyesung. Salah satu tangan memberatkan pundaknya. Berdecak nyaring.
“Ckck…kau ketua OSIS seharusnya sikapmu harus lebih jantan” Ujar Junjin.
“Aku sudah berusaha. Sebenarnya mau kalian apa? Menggagalkan pertunjukan akan dikenakan sanksi keras” Bantahnya. Genggaman Junjin makin erat. Minwoo yang sibuk mengulum lolipop maju selangkah, matanya melotot kearah Hyesung. Sebelum terjadi hal mengerikan, Pemuda yang menjadi bosnya menengahi.
“Sudah, sudah kita lanjutkan plan B”.
“Eric, kau sudah keseringan mencari gara-gara bersama antek-antekmu. Sebenarnya ada masalah apa kau dengan kelompok Sora?”.
“Tidak ada. Kami hanya mencari kesibukan. Kami hanya penasaran apa yang ada didalam labirin”.
“Sungguh kekanak-kanakan. Atau jangan-jangan niatmu adalah untuk merebut pengunjung kan? Apa lagi kelas kon-tem-po-rer memilih jam malam yang hanya sejam dan itu untuk penutupan. Mereka juga tidak mengizinkan kalian-kalian ini masuk kepertunjukannya ah kasian sekali” Sindiran Hyesung membuat Eric naik darah. “Hyaaa!!”.
Sebelum adegan perampasan kera Hyesung terjadi dua kali. Mendadak Minwoo memberi isyarat untuk menghentikan ini semua. Segera sembunyi dan diam. Mereka berempat lenyap dibalik tembok kelas. Memperhatikan Paran dan Hyurin yang lewat begitu saja, ekspresinya terkesan serius.
“Sora, butuh bantuan. Akan ada simulasi untuk sesi malam hari. Labirinnya akan dijadikan seperti film Step Up Revolution” Suara nyaring Paran membuat empat orang yang sedang bersembunyi hanya melirik waspada dan makin dilanda penasaran. Sekejab Hyesung mengerang, dasinya yang rapi berubah menjadi tali anjing bagi Eric. Ia menariknya, “A..anii~~…..ash jinjja”.
“Kau dengarkan apa yang lewat barusan. Jadi kau harus masuk kedalamnya dan cari tau apa isi labirin itu. Kalau perlu kau ambil satu barang yang bisa membuat Sora frustasi”.
Hyesung menelan ludahnya perlahan.
Senja semakin dekat pertanda kegelapan tiba. Jari-jari Sora berderak tak karuan. Sedikit-sedikit mengetuk-ngetuk besi balkon kelas di lantai dua. Sambil lalu dia berteriak kearah benda kotak hitam digenggamannya. Ketua pertunjukan kelas dance ini memang sedang frustasi lantaran taman labirin ada sedikit perubahan konsep. Labirin bertema couple sejak siang hari menjadi favorit anak-anak SMP. Acara puncaknya dimalam hari. Bzzztt…bzzt…..

“Hyurin-a kau mendengarkanku bukan? Simulasi akan dilakukan satu menit lagi. Suruh semua crew bersiap” menatap taman labirinnya lekat-lekat dari lantai 2. “Jika ada kesalahan, akan ada evaluasi ditempat. Ceritakan apa yang kau lihat selama didalam labirin. Aku mengawasi dari lantai 2 laboratorium” perjelasnya.
“Ne..Arraseo”.
“Gomawo”.
Persiapan simulasi tinggal beberapa detik begitu pula dengan rencana licik dari anak-anak pengangguran karena event yang dibangun merupakan event yang tak pernah berubah dari tahun ke tahun. Kelas desain yang terkenal akan acara fashion shownya, Kelas musik dan kontemporer selalu ditempatkan pada urutan terakhir di acara penutupan open house. Monoton. Persiapan mereka tak terlalu berbelit-belit justru persiapan mengacaunya yang diutamakan. Sekarang menggandeng Dongwan sebagai kambing hitam lainnya setelah Hyesung. Akal bulus Eric, Minwoo dan Junjin tak pernah lelah untuk berhenti.
“Sekarang tugas kalian..” Mengacung-acungkan walkie-talkie.“Masuk dan ceritakan apa saja yang ada didalam. Jangan lupa potret semua kejadian yang ada juga” Eric menjelaskan dengan wajah kekanakkanakan.
“Tanpa senter?” Hyesung berusaha bernego. Karena tak sabar kaki Junjin tak segan untuk menyepak pantat pemuda penakut itu. Mendorong mereka berdua dengan paksa melalui pintu keluar labirin yang saat itu luput dari pengawasan.
Cuaca makin redup cahayanya, yang terlihat hanya lampu-lampu hias yang menyala dibeberapa spot didalam labirin. Start. Simulasi dimulai. Hyurin masuk dengan perasaan nervous begitu pula Hyesung dan Dongwan yang merasa terpaksa hanya bisa mengggerutu dan was-was. Musik mengalun diawali nada rendah. Serba romantis. Lorong-lorong bercorak hijau asli semak-semak membentuk tembok-tembok berstruktur keras. Sora sibuk mengamati pos-pos yang sudah disiapkan untuk permainan.
“Hyurin-a..bayangkan kau masuk kedalam labirin bersama pasanganmu…”
“Tapi aku tidak bersama pasanganku” Gadis penakut itu merengek.
“Kan sudah kubilang bayangkan saja. Ada 3 pos yang harus kau kunjungi. Setiap pos ada benda-benda couple yang sebenarnya harus kau ambil tapi karena ini simulasi jadi lewati saja” Tegas Sora. ”Sebagai bukti kau sudah melewatinya nyalakan saja benda itu aku akan melihatnya dari atas sini”.
“Oke” .
Percakapan berakhir dengan bunyi Biip. Perjalanan kembali berlanjut, peristiwa mulai terjadi. Tiap lorong yang dia lewati awalnya diam, ternyata ada beberapa dancer yang memang menunggu pengunjung. Bergerak-gerak menyamar sebagai rerumputan kemudian menari-nari dihadapan Hyurin. Tak lama kembali lagi menjadi rumput, diam seperti patung. Wajah Hyurin kaget lalu tersenyum. Kejutan-kejutan manis memang untuk yang sedang kasmaran. Ah..menyebalkan.
Pos pertama berhasil Hyurin lewati dengan santai. Lumayan tersesat pada pos kedua. Boneka monyet bertahtakan mahkota mulai bersinar disusul lightstik berwarna pink 10 menit kemudian. Dari atas balkon kepala Sora mulai mengangguk-angguk.
“Sora-ya, Labirinmu so sweet sekali benar-benar untuk yang COUPLE” Menekankan kata couple.
“Hhahaha….i know”.
Sementara itu, Hyesung dan Dongwan sibuk menyelinap lalu terkaget-kaget sendiri ketika berhadapan dengan semak-semak dan beberapa properti yang bergoyang kemudian berdansa dengan sendirinya. Gerakan penari yang luwes dengan lampu-lampu lucu yang menghiasi kostum mereka. Kelap kelip seperti bintang pada riasan make up mereka. Mengaburkan seluruh gelapnya labirin. Setiap sudut ruang yang buntu diisi dengan hal-hal yang bercahaya. Panggung sederhana untuk boneka-boneka yang bergerak dengan sendirinya. Tari-tarian yang berbeda disetiap semak belukar yang mengejutkan. Menerobos dari satu gang ke gang lain. Ada yang melompat-lompat. Siluet beribu-ribu warna abstrak. Tulisan graffiti dari laser khusus. Ditambah bermacam-macam musik pelan dan keras. Meriah.
“Ini tempat apa?” leher Hyesung bergidik.
“Inilah seni yang sebenarnya. Lihat, ini untuk yang sedang berpasangan” Dongwan terkesima melihat hasil karya kelas dance. Alih-alih mengagumi, tangannya juga gatal untuk memotret.
“Huwooo…benar-benar untuk yang berpasangan tapi..”
Kedua mata mereka bertemu, “Hiyyyy..!! Andwae…!!” Teriak mereka berdua.
“Jangan berfikiran macam-macam!” Raung Dongwan.
“Bb…babo-ya!” Pipi gemuk Hyesung memerah.
Sejenak dalam keheningan, Hyurin mendengar desahan berisik yang tak wajar. Bzzztt….zzzt
 “Sora-ya, aku mendengar ada yang aneh, suara berisik. Apa itu termasuk kejutan lain?”
“Berisik seperti apa?” Mengamati.
“Teriakan. Suara kucing mungkin. Disini terlalu gelap. Mungkin kau harus menambah lampu”
Mata sang ketua mulai menyapu sudut-sudut labirinnya, ada beberapa lampu dari dancernya yang menyamar menyala, “Aku melihat sesuatu di bagian belakang. Tidak semua crew mengerti bahwa satu orang yang masuk untuk simulasi. Mungkin mereka melakukan simulasi sendiri. Abaikan saja”
*****
Dua orang pengacau hampir sampai ditengah-tengah labirin. Mulai menikmati perjalanan. Melihat-lihat pertunjukan secara curang. Para crew didalam labirin juga tak terlalu memikirkan siapa yang masuk. Perintah yang didengar adalah lakukan simulasi seolah-olah ada pengunjung. Check lampu dan aksesoris malam dengan baik agar tidak terjadi kesalahan. Tak salah jika mereka tidak tau ada penyusup seperti Dongwan dan Hyesung. Karena point penting disini adalah seni Light Dance. Tatanan taman yang biasa dan tak beraturan disulap menjadi labirin untuk sehari. Bzztt..zzzt…

“Check..check Tarzan menghubungi Yuric! Tarzan menghub…” Percakapan absurd mulai terjadi.
“Wei?!” suara lantang dari Eric mengejutkan Hyesung.
“Lapor, didalam labirin sangat indah. Konsepnya adaptasi dari film Step Up. Daebak!! Bersiap lah untuk kalah…”
“Hyaa!!! Jangan banyak bicara!!”
“Aku melihat sesuatu, itu seperti Hyurin. Kami berdua berada disemak-semak love lampion
“Apa maksudmu dengan love lampion, hah?” Eric tak sabar.
Kemudian suara berisik mengusik telinga Eric. Biip… Mati. Dua pemuda tadi berlari tak tentu arah. Bersembunyi.
“Dongwan-a sepertinya… ” tengok Hyesung “Hyaa..Jinjja! Dongwan-a dimana kau? Aiish…” mimiknya memucat setelah tau Dongwan tak ada disampingnya. Sementara Hyurin berjalan kearah tempat ia bersembunyi sendirian. Dibalik meja lampion. Unlucky Hyesung.
Seketika itu juga pemuda yang gugup antara takut ketahuan dan mengagumi dua lampion yang menyala-nyala berbentuk cinta itu hanya membungkam mulutnya erat-erat. Mendengar apa yang sedang terjadi.
“Soraya, kurasa aku sudah menemukan pos ketiga. Lampion yang cantik” mendongak kearah Sora yang jelas-jelas tak terlihat dari bawah sambil bicara pada walkie-talkienya. Melambaikan tangannya girang tak berarah. Bzztt…
“Aku akan menang dengan ini semua” Senyuman kecil menghiasi bibir Sora puas.
“Andai saja aku bisa masuk kemari dengan seseorang yang aku suka. Aku pasti akan bahagia”
Hyesung masih sibuk menyimak percakapan dalam diam. Terkadang tersenyum malu kemudian kembali ditutup lagi mulutnya itu. Baru pertama ia menguping pembicaraan wanita. Ada rasa penasaran dengan gadis ini. Dasar wanita…
“Bagaimana kau bisa memikirkan ini semua?” tambahnya
“Aku dan teman-teman memang suka mengkhayal dan bermitos yang tidak-tidak” Tawa keras menghujam telinga Hyurin.
“Maksudnya?” Alisnya mengkerut.
“Emm..jadi mitosnya…..”.
Jleb…belum sempat meneruskan pembicaraan tiba-tiba senyum Sora kembali menciut kala kedua lampion cinta itu meredup. Ditengah labirin benar-benar gelap gulita. Aku benci kegelapan teriak Hyesung dari dalam hati. Hyesung sudah merasa kakinya kesemutan pula.
“Hyaaa! Eonnie, apa ini bagian dari pertunjukan?” Hyurin kembali merengek.
“Tenanglah. Kau harus menyalakan saklarnya. Lampion itu lampion bekas nenekku jadi maklumlah sudah tua” Sora menahan tawanya berusaha berwibawa.
“Aiish..Jinjja”.
5 menit pertama, tangan gadis itu berusaha untuk meraba-raba sekeliling lampion sembari mulut yang tak henti-hentinya menggerutu. Makin dekat dengan pemuda yang sedang menahan kakinya yang kesemutan. 10 menit berlalu, Kaki kramnya tak bisa ditahan, berdirilah dia dalam gelap masih tak bersuara dengan wajah pucat menggigiti bibir bagian bawahnya. Aku tak ingin dikeluarkan dari sekolah hanya karena ini semua, Aku tak ingin kena pukul karena dianggap stalker, Dongwan sialan begitu juga dengan Eric, Minwoo dan Junjin, pikiran Hyesung mulai meliar, tubuhnya bergetar. Bersamaan dengan itu tombol saklar ditemukan. Cklak..cklak. Lampion berpijar lebih cerah lebih pink sedikit keemasan dari yang pertama. Hyesung terhenyak.
Keceriaan Hyurin meledak “DAE…..”
“…Bak…” kemudian meluncur seketika ketika dihadapannya muncul sosok laki-laki yang samar ia kenal. Cahaya yang masih remang-remang meski lampion berpijar terang benerang mambawa nuansa mistis untuk sekarang. Keduanya sama-sama mematung. Saling menatap mata masing-masing. Tak ada gerakan tak ada interkasi. Ada rasa ‘aku mengenalnya tapi entah dimana’. Walkie-talkie tergeletak ditanah. Sial bagi Hyesung, kejutan juga bagi Hyurin.
“SETAAAAAAANNN!!!!!” Lonjakan Hyurin membuat Hyesung shock.
“MIANHAE!” Ia meminta maaf kepada orang yang telah lari terbirit-birit.
*****
Tak terima ledakan lagi mungkin sekarang café Shinhwa kembali gempa ketika para venus menertawakan hal-hal yang menyangkut masa lalu mereka. Pengunjung melihat mereka dengan pandangan yang bermacam-macam; aneh, berisik, ikut tertawa hingga memalukan.
“Apa yang terjadi setelahnya?” tanya Paran antusias.
“Kau taulah, apa yang membuat kelas kontemporer didiskualifikasi? Kelas musik kehilangan nilai? begitu juga kelasku itu semua perkara kestalkeran” sengit Jie Eun. “ Mahabodohnya mereka” Kemudian tertawa.
“Jadi apa mitos sebenarnya yang ingin kau ceritakan padaku waktu itu?” Menyeruput gelas kopi untuk yang kesekian kali. Sora menerawang jauh, berusaha mengingat dengan menatap satu persatu mata sahabat-sahabatnya yang masih nyaman dengan kursi kayunya.
“Kata nenekku, jika lampion itu tiba-tiba mati kemudian kau menyalakannya lagi dan saat cahaya itu menyala kau melihat ada seseorang didepanmu atau yang pertama kali kau lihat. Itu adalah cinta sejatimu”