“Sini biar aku
obatin!” Kening Leo berkerut mendengar suara gadis di sampingnya. Dia berpikir
tidak ada orang di ruangan seni ini sebelumnya, kenapa tiba-tiba makhluk manis
ini sudah duduk disana dan kini sibuk mengobati luka di tangannya.
Suasana
hati yang sedang buruk membuatnya meninggalkan ruang kelas dan pergi menuju ruang
seni yang biasa ia datangi. Dari 2 jam yang lalu, pemuda itu berkonsentrasi
dengan tanah liat yang coba dia bentuk. Tapi hingga tangannya berubah warna
menjadi coklat kehitaman, tanah liat yang berputar dihadapannya tidak berubah
dari bentuk aslinya. Hingga suasana hatinya semakin memburuk dan tanpa sadar keramik
yang sudah hampir jadi berakhir di lantai terbagi menjadi beberapa keping.
“Kamu
kenapa? Aku tidak sengaja lewat dan melihat tanganmu berdarah.” Kata gadis itu
pelan sambil mengolesi lukanya dengan obat merah.
“Bukan
urusanmu!” jawab Leo tidak peduli. Tapi gadis itu terus saja melanjutkan
membalut luka di telapak tangannya. “Lebih baik kamu pergi aja dari ruangan ini,
aku gak mau kena masalah gara-gara kamu!” Bentak Leo mulai marah.
Tapi gadis itu tetap saja bungkam dengan
semua ucapan Leo,
Ya, gadis
dihadapannya adalah anak tunggal dari donatur tertinggi Yayasan sekolahnya.
Sudah banyak murid yang dikeluarkan hanya karena ketahuan mengganggunya. Mungkin
bukan berniat mengganggu, tapi iri sepertinya dengan semua hal yang dimiliki
oleh gadis manis itu.
“Iya aku pergi
kok, lagipula aku juga takut mengkerut gara-gara ocehan kamu, hehehe..”
jawabnya santai sambil tersenyum. Setelah mengambil kotak P3K di sebelah Leo,
gadis itu berjalan menjauhinya. Dari ekor matanya terlihat bahwa gadis itu
sudah keluar dan tiba-tiba matanya terpaku pada bungkusan kain kecil
disebelahnya yang letaknya persis di tempat gadis itu duduk. Setelah membuka
talinya, Leo baru tahu kalau isinya adalah permen warna-warni yang sering
dijual di depan gerbang Sekolah Dasar.
Pikirannya
kembali pada gadis itu, Rivienda Geraldine. Pada saat Masa Orientasi Siswa, gadis berkulit putih itu
adalah murid pertama yang masuk dikelas favorit. Pintar,cantik,dan kaya
membuatnya memiliki banyak teman. Sedangkan Leo sendiri adalah murid kelas 7
pertama yang mendapat skors karena terlibat tawuran dengan kakak tingkat kelas
8. Dan herannya setiap kali Leo bermasalah, gadis itu selalu muncul dengan
senyum cerianya. Mungkin itu yang membuat Leo suka . .
Seketika
pemuda itu kaget dengan kata hatinya sendiri. Dia menggelengkan kepala seakan
ingin menghapus statement yang
dibuatnya sendiri.
Kenapa jadi
mikirin anak yang gak penting kayak dia, batin
Leo dalam hati. Lelaki jangkung itu segera melangkahkan kakinya keluar dari
ruang seni tanpa menghiraukan kepingan tanah liat yang berserakan dibawah
kakinya.
___
Sayang,
mending aku bawa pulang saja kepingan keramik ini, batin Rivinda. Setelah mengumpulkan kepingan tanah liat
dihadapannya, gadis mungil itu segera keluar menemui sahabatnya yang menunggu
di depan pintu.
“Udah?” Tanya
Karin setelah melihat cengiran dari sahabat karibnya. Yang hanya dibalas dengan
anggukan kecil. Apa yang ada dipikiran gadis itu sampai repot-repot kembali
lagi ke sekolah dan mengambil kepingan tanah liat yang dirasanya tidak
berharga. Tapi mungkin sahabatnya punya alasan tersendiri untuk itu.
****
Gang Serenade, sore hari . . .
Braakkk!! . . Suara
gaduh terdengar dari dalam rumah Leo. Seperti barang pecah belah yang
dihantamkan ke tembok. Dengan malas pemuda itu meneruskan langkahnya. Suara
seperti itu sudah bersahabat dengannya. Sejak 1 tahun yang lalu kehidupannya
berubah 180 derajat. Ayahnya lebih sering mengamuk karena hal-hal yang sepele,
sedangkan ibunya hanya pasrah tanpa bisa melawan. Dia sendiri sebagai anak
satu-satunya juga tidak bisa berbuat banyak. Untuk menutupi kebutuhan
sehari-hari ibunya hanya menjadi buruh cuci dan sesekali membantu di warung
tetangganya. Gurat kelelahan tampak sekali di wajahnya yang semakin kelihatan
lebih tua dari usianya. Dan tiba-tiba –
Melihat apa
yang terjadi dihadapannya, Leo segera berlari menuju Ibunya . .
“Ibu nggak
apa-apa?” Tanya Leo khawatir. Ibunya terjerembab ke tanah karena dorongan
ayahnya. Melihat ibunya yang gemetaran, Leo segera menghampiri ayahnya dan
melayangkan tinju pada lelaki paruh baya itu. Kesabarannya sudah habis dan
sekarang dia tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi nantinya. Setelah melihat
ayahnya terkapar di tanah, pemuda itu berbalik kemudian memapah ibunya masuk ke
dalam rumah.
“Kamu tidak
harus seperti itu Le, ibu tidak apa-apa.” Kata ibunya di sela-sela isak tangis.
Tapi pemuda disampingnya tidak menjawab dan terus melangkah. Setelah membawa
ibunya ke kamar, Leo kembali ke depan rumah yang ternyata sudah dipenuhi warga.
Ayahnya yang tadinya mengamuk sudah dibawa ke kantor polisi.
“Bagaimana
keadaan ibumu? Ayahmu sudah diamankan di kantor polisi.” kata Ibu Marni
tetangga depan rumahnya.
“Tidak apa-apa
bu, hanya kaget saja.” Jawab Leo tenang. Bahkan dia tidak terpikir untuk
membebaskan ayahnya kembali setelah apa yang telah dia perbuat pada ibunya.
Setelah
kejadian sore tadi, Leo bisa sedikit lega karena ayahnya tidak akan berada
dirumah dalam beberapa hari. Malam ini, dia sedang bersantai dan menikmati
makan malam buatan ibu yang selalu dirindukannya.
****
Sambil
termenung dipandanginya pecahan keramik tanah yang dipungutnya tadi siang.
Sebenarnya dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya pada tumpukan tanah liat
itu, dia juga tidak bisa menyelesaikan keramik buatan Leo. Dia harus bertanya
pada siapa?, Papa, mama, tante, om, nenek, kakek, bi Ijah, Pak Par . .
“Iya!! Kenapa
gak kepikiran daritadi sih.” Seru gadis itu sambil melompat dari atas tempat
tidur dan segera berlari ke belakang rumah tempat Pak Parman biasa menyirami
tanaman herbal ayahnya.
Dulu, bapak
paruh baya itu pernah bercerita bahwa saudaranya di kampung bekerja di tempat
pembuatan keramik dan tembikar. Pasti saudara Pak Parman itu bisa membantunya
walaupun mungkin tidak banyak. Setelah bertanya pada Pak Parman, hati Rivinda
menjadi lega. Karena Pak Parman berjanji akan membawa putri majikannya itu ke
tempat kerja saudaranya di kampung.
****
Leostrada Andika, pemuda berwajah dingin
itu sama sekali tidak gentar melihat 5 orang lawan dihadapannya yang
jelas-jelas membawa tongkat kayu ditangan. Disaat semua murid SMA Atavia sedang
menikmati makan siangnya, dia malah berada dibelakang sekolah dan akan
melakukan hal-yang-sudah-dapat-ditebak. Dengan
sekali hentakan satu persatu lawan dihadapannya jatuh tersungkur, sampai salah
satu dari mereka menghujamkan belati dan melukai tangannya. Tapi dengan cepat
ditinjunya muka dari lawan terakhirnya yang akhirnya roboh dan berlari diikuti
teman-temannya.
Leo berniat
membasuh lukanya di kamar mandi ketika . . .
“Jadi berantem
lagi?” terdengar lantang dari belakangnya. Leo menghela nafas ketika dia
melihat Rivinda sudah berdiri tidak jauh darinya.
Ada apa
dengannya, selalu ikut campur urusan orang lain, batin Leo. Bermaksud tidak ingin memperpanjang masalah, Leo
pura-pura tidak mendengar gadis berambut panjang itu dan kembali meneruskan
langkahnya. Tetapi tangan hangatnya membuat Leo terpaksa berhenti . . .
“Tangan kamu berdarah.”
Nada sedih terlihat dari suara Rivinda.
“Sudahlah, aku
nggak kenal sama kamu dan kamu juga sama. Lebih baik kamu pergi sana!” Jawab
Leo seraya melepaskan genggaman tangan Rivinda.
“Tapi tangan
kamu harus diobati, kalau nggak bisa infeksi nanti. Sebentar aku ambi-
“Ya!! Kalian
berdua sedang apa disana?” terdengar suara berat milik Pak Seto. Yang dengan
cepat berjalan mendekati Leo dan Rivinda. Sedangkan Leo hanya bisa pasrah
karena sebentar lagi dia akan kembali terkena hukuman karena ketahuan berkelahi.
Tetapi berbeda dengan gadis di sebelahnya yang malah menggenggam tangan kanan
Leo dengan tangan kirinya. Dan dengan cepat menyembunyikannya di belakang
punggung.
“Kami hanya
bermain robot ini Pak,” jawab Rivinda dengan senyum mautnya. Seketika pak Seto berhenti dan tersenyum . .
Leo baru
tersadar kalau Rivinda membawa tas kecil di tangan kanannya, yang ternyata
berisi beberapa robot gundam berukuran 7 cm..
Ternyata gadis itu melindunginya,
“Oh, Bapak
kira kalian sedang apa. Mengingat disini adalah tempat biasa anak badung ini
berkelahi.” Sambung Pak Seto sambil menunjuk Leo. “Kalau begitu Bapak akan
kembali ke kelas, kalian cepat masuk karena jam istirahat sudah berakhir.”
Kemudian pak Seto berlalu dan seketika terdengar helaan nafas lega dari keduanya.
“Untung saja,
ayo ikut aku!” Tarikan tangan Rivinda membuat Leo tidak bisa berbuat apa-apa.
Ketika mereka sampai di UKS, Rivinda dengan sabar mengobati luka di tangan Leo.
“Kenapa selalu
kamu?” bisik Leo tidak sadar.
“Apa? Kamu
ngomong apa tadi?” jawab Rivinda yang masih tetap terfokus pada gulungan perban
ditangannya.
“Kenapa kamu
selalu datang disaat aku seperti ini, jangan-jangan kamu stalker,” kata Leo sekenanya. Walaupun dalam hati dia sangat ingin
tahu apa yang sebenarnya membuat Rivinda selalu menolongnya.
“Mungkin
karena kebetulan atau bisa juga karena fate
. .” Terlihat senyum samar di wajah Rivinda. “Kamu mau bolos jam pelajaran
nggak?” Tanya Rivinda tanpa menghiraukan raut wajah bingung dari laki-laki
disampingnya.
“Sejak kapan,
Rivinda cewek paling rajin di sekolah jadi hobi bolos? Aku nggak salah denger
kan.”
Kata-kata Leo
langsung membuat wajah Rivinda menjadi merah padam. “kalau kamu nggak mau
bilang aja gak usah bawa-bawa yang satu itu!” Leo kaget dengan perubahan sikap
Rivinda, dan membuatnya sedikit merasa bersalah. Wajahnya yang biasa tampak
ceria kini terlihat menahan tangis. Rivinda sendiri kaget dengan perubahan
suaranya yang langsung naik beberapa oktaf ketika mendengar kata-kata Leo.
“k-k-kamu kenapa?” Leo bingung harus berbuat apa.
Jantungnya
seakan berhenti memompa ketika melihat Rivinda terduduk dan menangis. Ingin
sekali dia memeluk gadis itu dan membuatnya tenang. Dan, tiba-tiba tangannya bergerak tanpa dia perintah, memegang bahu
gadis itu yang naik turun karena isakan tangisnya. Tapi yang terjadi malah
Rivinda semakin menangis dan memukul-mukul dada Leo yang mencoba
menenangkannya. Terpaksa Leo memeluk gadis itu agar tangisnya berhenti. Karena
kalau tidak, mungkin sebentar lagi seluruh murid dan guru di sekolah ini akan
berlarian ke UKS. Dan entah apa yang akan terjadi pada Leo selanjutnya.
TBC . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar