Masih menikmati
tatanan cerita yang membuat jantung Venus berdegup parah. Meja membundar duduk
melingkar seperti bermain ‘truth and
dare’. Pelayan kembali berdatangan mengusik aliran permainan mereka, yang
ada pesanan makin menumpuk dimeja. Makanan manis, minuman dingin, makanan
utama, makanan penutup semua seakan tersedia dimeja.
“Siapa
selanjutnya?” Nara menawari. Matanya menyapu ekspresi teman-teman dihadapannya
dengan misterius. Venus mulai menirukan suara drum yang berdebam beriringan
sambil menyeringai gemas melirik kearah Ji Eun.
“Ya, aku sadar
diri” Ji Eun memutar bola matanya. Menunjuk satu foto, diamati tulisan yang
tertera dibelakang foto itu ‘Fashion
Runaway’, “Sepertinya aku mengenal istilah ini..” Ia menggapainya,
memejamkan matanya sepersekian detik lalu melotot “Oh my god… M style!”.
Minwoo sibuk
mengukur lekuk tubuh Hyesung dengan meteran andalannya. Mempersiapkan seragam
yang cocok untuk acara ‘Open house Ocean’
dimana acara itu sering diadakan setiap tahunnya untuk menarik perhatian
murid-murid baru yang dilakukan dalam sehari penuh. Tiap kelas akan dilombakan
atas dasar kreatifitas acara mereka. Pemenang akan dinilai berdasarkan
pengunjung yang paling banyak. Fabulous.
“Kelas desain akan mengadakan apa
waktu hari H?” Tanya Hyesung penasaran.
“Mini café
mungkin atau rumah hantu” Minwoo menjawab alakadarnya. Membenamkan diri dibalik
kain-kain yang berserakan. Berkonsentrasi. Memadu-madankan setiap warna, tak
lepas dari pensil ukur yang menyangkut ditelinganya.
“Konsep rumah hantu sudah menjadi
tradisi kelas drama”
“Fashion show identik dengan kelasku, itu konsep yang bagus”
“Tapi anak SMP tidak akan memakai
pakaian seperti di fashion show-kan?”
Masih cerewet dengan pendapatnya. Minwoo mulai kesal.
“Ya! Kelasku sibuk memfasilitasi kalian
dengan kostum yang aneh-aneh sampai tidak ingat bahwa kelasku juga harus ikut
acara open house!”
Hyesung merinding melihat wajah
Minwoo yang superdatar, “Mianhae”.
“Just shut up”
Hyesung diam
seketika. Teman sensitifnya kembali bergerumun dengan meteran dan jarum pentul
yang kini ditusukkan ke calon baju Hyesung. Alih alih Hyesung yang hening kini
mulai mencoba bermain-main dengan benda-benda sekitar. Mengurangi rasa bosan.
Menusuk-nusuk manekin, memakai topi bulu-bulu yang ada didepannya, ia menengok
kanan kiri memandangi aksesoris aksesoris yang ada dikelas desain. Pemuda
berponi itu mulai tertarik pada sebuah kotak berwarna merah marun disebelahnya
terdapat pita lucu diatas penutup lalu ia mendekati. Dijulurkan tangannya
kemudian dibuka. Didalamnya terlihat syal bercorak garis-garis biru dan merah
jambu, ada inisial M dipaling ujung. Hyesung menariknya.
Brak..brak..brak secepat kilat ada yang
menyeret segala benda ditangan Hyesung. Minwoo dihadapannya, mendelik
kearahnya. Tamatlah riwayat Hyesung.
“Wae?!”
“Jangan sentuh atau kostummu yang
elegan akan jadi kostum babi” ujar Minwoo datar. Masih memicingkan matanya.
Pipinya semburat kemerahan. Lantas meninggalkan Hyesung yang terperangah.
“A…ada apa dengannya hari ini”
*****
Kotak merah
marun itu masih dibawanya kemana-mana. Berputar-putar didepan kelas musik.
Perasaan kesal dan was-was menyelimuti. Rasanya jengkel dan malu, ada yang aneh
dengan dirinya. Bersikap acuh pada ketua OSIS tadi membuatnya sedikit lega.
Mimiknya bingung, mengintip sesuatu diruang kelas yang masih sibuk. 10 menit
menunggu, bel istirahat berdering kencang. Seluruh murid menghambur keluar.
Muncul sosok yang ia tunggu-tunggu. Pemuda tegap dengan senyum yang cemerlang,
memanggul gitarnya dipunggung. Sang gitaris. Junjin, keluar kelas.
Mimik Minwoo
langsung berubah ceria, tubuhnya melaju kearah temannya itu. Ia mendorong
dengan tergesa-gesa. Junjin terkesiap lalu melangkah mundur masuk keruang kelas
lagi.
“Jinnie-ya,
buatkan aku surat cinta” desaknya.
“Hah? Apa kau
sudah gila, sejak kapan….”
“Ssstt….jangan
keras-keras. Ini aku membuatnya dengan sepenuh hati” Minwoo membungkam mulut
Junjin yang kebingungan. Menyodorkan kotak merah marun berisi syal buatannya.
“Huwoo,
kyopta!”
“Bantu aku
menaruhnya di loker Jessica”
Rencana gila
sudah mulai tersusun secara sistematis diotak Minwoo kala itu. Cintanya ada
pada Jessica, gadis dari kelas tari. Ia menyukai gadis itu sejak penampilan
tarinya yang memukau ditiap acara festival tari antar sekolah yang diadakan
setiap tahun. Minwoo sering mengajukan diri untuk menjadi wardrobe jika kelas
tari ikut lomba demi melihat Jessica. Dan sekarang Minwoo memberanikan diri
untuk memberi hadiah kecil. Secret
admirer.
“Aish…Jinjja?
Jessica?” Junjin terlihat shock
melihat temannya yang serius.
“Jebal…..”
“Haha pria ini..”
Junjin tertawa geli dengan hujatannya yang khas “Kapan beraksi?”
“Nanti siang.
Tapi aku tidak tau dimana loker Jessica?”
“Jjang! Sampai
ketemu nanti siang, aku harus bertemu klien dulu” melenggang keluar kelas
dengan keangkuhan seperti biasa.
“Eyyy…tunggu
dulu!!! Jinnie-a!!” teriaknya.
Jinjin melambai
dalam diam lalu menghilang dibalik kerumunan murid-murid lalu lalang.
*****
Istirahat kedua.
Pukul 12.00. Status lorong loker semi-aman. Junjin meneropong dari sudut-sudut
gang tempat ia dan Minwoo bersembunyi. Sudah siap dengan segala hadiah segenap
hati yang dibawa sahabat galaunya itu. Junjin sedikit mendesah.
“Aigo..perbuatan
apa ini”
“Sudahlah, ini
akan menjadi kenangan masa SMA” Statement
Minwoo membuat Junjin semakin khawatir.
Sebentar-sebentar
mereka berdua menghembuskan nafas panjang, berakting seolah-olah sedang
mengobrol jika ada murid yang lewat kemudian bersembunyi lalu menengok lagi.
“Hei, bukankan
loker itu selalu dikunci?” Pertanyaan paling dasar muncul dari bibir Minwoo.
Rencana yang matang digoyahkan oleh masalah kunci. Hampir putus asa atas
kesadarannya itu. Junjin menoleh kearahnya. Merogoh sesuatu dari dalam sakunya.
“Cha-chang!!!”
Sebuah kunci digenggam erat oleh jari-jari Junjin. Mata Junjin menyipit,
tawanya menyeruak lebar hingga barisan giginya yang putih terlihat
jelas.
“HUWOOO…..Daebak!!”
Minwoo seperti
anak kecil dihadiahi permen. Memeluk kawannya itu dengan erat sambil
melompat-lompat. Senyumnya benar-benar mengembang melihat kecerdasan Junjin.
Tak henti-hentinya mendewakan kunci itu.
Misi dimulai.
Langkah kaki si gitaris tampan mengendap-endap. Layaknya agen rahasia, matanya
melirik kekanan dan kekiri tanpa ekspresi. Menggotong sebuah kotak merah marun.
Mulut Minwoo komat-kamit tak karuan menelaah tingkah temannya yang berlebihan.
Ada sedikit rasa tak yakin mempercayakan semua pada Junjin. Firasat aneh,
gambaran akan kotak itu tak tersampaikan pada yang dituju, tapi ditepisnya
begitu saja lantaran saat ini hanya wajah cantik Jessica yang terpampang
dipikirannya. Pasti dia akan sangat
bahagia saat mengetahui bahwa ada hadiah didalam lokernya.
Kotak-kotak
berwarna biru itu diam ditempatnya. Bernomor-nomor membuat mata Junjin sedikit
samar. Mulai menghitung dan memastikan nomor 20J adalah milik Jessica. Lubang
kunci penuh dengan kuncinya. Suara cklak terasa
nyaring ditelinga Junjin. Pintu loker terbuka. Dia sedikit meng-huwoo ketika
melihat isi loker syarat akan beberapa peralatan merajut dan kancing-kancing
berbagai ukuran. Sejak kapan Jessica suka
merajut, pikirnya. Masa bodoh dengan pikirannya, ia cepat-cepat
meletakkan
barang itu ditengah-tengah. Mendengar ada suara tapak kaki yang datang,
buru-buru ia menutup kembali pintu loker, menguncinya dengan rapat
lantas belari cepat menghampiri kawannya yang sudah was-was dipojokan
gang.
“Bingo! Berhasil
ayo pergi-pergi”
Dongwan dan Ji Eun
muncul mendekati ruang loker. Bercengkramah ria, sama-sama menikmati roti keju
digenggaman. Yang membedakan hanyalah apa yang mereka genggam ditangan satunya.
Ji Eun dengan gulungan kertas gambarnya dan Dongwan dengan kamera poket
menggantung dilengan kirinya. Berhenti sejenak didepan loker Ji Eun.
“Dresscode kelas fotografi harus
semenarik mungkin, warnanya yang cerah. Kita akan membuat studio besar-besaran
untuk murid-murid yang berdatangan” pinta laki-laki yang tak terlalu tinggi
itu.
“Iya, akanku usahakan.
Acara seperti ini selalu melibatkan kelas desain otomatis order-an dresscode akan menumpuk” mengambil kunci loker dari dalam saku, “Kita
hanya konseptor, jika kurang tenaga kelasku sering meminta tukang jahit dari
luar untuk membantu” tambahnya.
“Lantas, kelas
desain akan membuat acara seperti apa?”
Sambil mencari
jawaban, Ji Eun mencoba untuk membuka kotak lokernya, “Emm…fashion show mungkin.
OMO!”. Sebuah kotak merah marun menyembul dari dalam lokernya.
Dongwan
ikut-ikutan kaget, menengok kearah yang sama dengan apa yang di lihat Ji Eun.
Roti keju dan kertas gambarnya dimasukkan begitu saja didalam pinggiran ruang
kosong lokernya. Kotak merah marun berpita cream diatas kedua tangannya. Mulut
Ji Eun dan Dongwan seketika menganga. Saling menatap satu sama lain kemudian
menyorot kotak itu. Yang ada dibenak gadis itu ialah siapa dan kenapa sedangkan
di benak Dongwan adalah hot news.
“Ini akan
menjadi berita dimadingku” celetuk Dongwan. Detik berikutnya bidikan lensa
kamera menangkap benda kotak itu. Jepret!
Tak menggubris
jepretan Dongwan, ia segera membuka kotak misterius itu. Makin terperanjat saat
tau isinya adalah syal berinisial M. Ditutupnya cepat-cepat, berkedip si Ji Eun
tak percaya. Mengambil roti kejunya, membanting pintu loker keras-keras. Tanpa
bicara ia melarikan diri meninggalkan Dongwan, memboyong kotak itu.
*****
Yang ada
dihadapan Ji Eun saat itu cuma Hyurin. Cuma Hyurin yang setiap istirahat sering
mengunjungi perpus dan entah kenapa kakinya berbelok masuk ke perpustakaan
hanya karena tampak sosok Hyurin dari dalam.
“EONNIE!!!!!!”
Dari arah
berlawanan Hyurin yang sedang serius membaca buku seketika terusik dengan teriakan
melengking begitu juga pengunjung perpus yang lain. Alhasil suara teguran dan cibiran
keras datang menghujanni Ji Eun. Dia hanya terkekeh malu, “Mianhae…mianhae” kemudian
mendekati Hyurin dengan bersemangat.
“Hyurin-a lihat
ini. Ini syal dengan inisial M diberikan padaku, diletakkan dilokerku. Kyaa!
Pasti dari Minhyuk oppa”
“Ah, Jinjja? Si drummer
Minhyuk? Kelas musik? Huwoo akhirnya setelah sekian lama, kau yang selalu
menguntitnya. Selalu membicarakannya dibelakang. Aku pikir akan bertepuk
sebelah tangan” Kala itu Hyurin berhasrat untuk menggoda.
“Eyyy…jangan
begitu. Aku sudah mendengar gossip, katanya dia memang diam diam suka padaku”
“Hehe beruntung
sekali”
Sejenak kegembiraan
absurd terpancar dalam diri Ji Eun.
Mengumbar senyum-senyum sendiri sambil memandangi syal itu. Mengusap-usap simbol
M yang melekat diserat-serat kainnya. Anehnya, tak ada bayangan Minhyuk yang
terlintas dirajutan panjang itu. Hanya sekedar ucapan biasa yang
terlontar dari mulut gadis berambut gelombang itu. Benarkah Minhyuk? Atau Min Min yang lain?
*****
Malamnya, gadis
yang baru mendapat hadiah tadi benar-benar tahu cara menghibur diri.
Berjalan-jalan ditaman. Syal yang dianggapnya dari Minhyuk sudah menggulung
dilehernya. Berbalut mantel merah tebal menghangatkan seluruh badannya. Sepasang
sepatu boot berhak tinggi ditambah sarung tangan garis-garis yang match
dengan syal barunya menambah aksen
kehangatan. Sekedar mencari inspirasi, berkeliling menghirup udara segar
dalam kesendirian. Kebiasaan yang sulit dihilangkan dalam diri Ji Eun.
Masih
terperangkap dalam lamunannya. Sesekali ia menyentuh syal itu, berkali-kali
mencium lalu mendekap syal yang dipakainya erat-erat. Oppa…perasaan apa ini. Duduklah ia disalah satu bangku taman,
membelakangi air mancur. Menatap bintang seraya mengkreasikan bayangannya
Sejak kapan Minhyuk oppa suka merajut? Bahkan
saat berbicara denganku yang sering dibahas adalah tidak jauh dari drum dan
sticknya. Bagaimana mungkin? Atau dia diam-diam memperhatikanku, ah…ottoke
>.<
Guk..guk…slurp slurp
“HYAAA..!” Gonggongan
beserta jilatan anjing merampas imajinasi romantis Ji Eun.
Anjing mungil
berbulu putih bersih mendandak beratraksi manis-manis dihadapannya. Menatapnya
dengan sorotan lemah lembut menggemaskan. Menarik perhatian Ji Eun.
“Kyopta, lebat
sekali bulunya. Lembut dan mengembang seperti gula-gula. Apa yang membuatmu
kemari?”
Digendongnya
anjing itu. Diletakkan dipangkuannya. Tangan Ji Eun menggapai-gapai perutnya
menggelitiknya lembut. Kelingkingnya menyentuh sesuatu. Kalung bertuliskan ‘Poly’
tercetak digantungannya. Semakin gemas, Poly dimain-mainkan.
“Hai, Poly-ssi
hehe”
Poly makin
manja. Menggelayut-gelayut dalam dekapan. Ji Eun dianggap seperti majikannya. Tidak
semua anjing jika bertemu orang asing langsung mengakrab seperti ini. Moncong
hidungnya mendengus-dengus, Ditarik-tarik syal Ji Eun hingga lepas. Menyelundup
kemudian menggulungkan diri didalamnya. Kedinginan. Merasa tak tega, ia
mengalungkan syal itu sambil membelainya dengan lembut.
“Jika kau suka
pakailah, aku selalu merasa tak tega jika tau anak anjing sepertimu tersesat
seperti ini. Siapa pemilikmu? Laki-laki atau perempuan?”
Poly hanya
menunjukkan matanya yang bulat lalu menggonggong pelan,
“Jika laki-laki
dan itu tampannya mengalahkan Minhyuk, aku berharap aku akan berjodoh
dengannya. Jika itu perempuan akan ku jadikan saudara haha seperti sayembara
saja”
Kali ini, Poly
menyalak kencang sambil menggigit syal itu. Ji Eun tersentak. Tiba-tiba Poly
melompat, berlari masuk kesemak-semak.
“POLY!!! POLY
kembali…” Poly lenyap melarikan syal Ji Eun, “Ahh..Jinjja. Syal Minhyuk oppa…”
nadanya melemah.
*****
“POLY-a kemana
saja. Pabo-ya!” Pemuda berkacamata itu mengerang. Kedua tangannya merengkuh
anjing kesayangan yang muncul dari semak-semak. Memukul-mukul punggungnya
pelan. Diangkatnya sebentar lalu didudukkan diaspal jalanan taman. Telapaknya
memegang sesuatu.
“Ini milik
siapa?” Mengambil syal itu dari leher Poly. Meraba setiap inci kain bergaris
itu. Minwoo terhenyak. Menatap benda itu masih utuh dengan warna yang tidak
asing dimata. Masih terasa sentuhan kecil saat ia merajut simbol namanya
diujung. ‘M’.
“Kau habis
bertemu Jessicakah, Poly?” Berbicara dengan hewan itu. Kepala Poly menggeleng
seakan mengerti maksudnya. Mengibaskan ekornya lantas menyalak lalu menggigit
sepatu Minwoo dengan geraman. Bermaksud mengarahkan majikannya kepada si
pemberi syal itu.
Pemuda itu mengerti
maksud peliharaannya. Dengan syal digenggaman ia mengikuti langkah makhluk itu,
menerabas semak belukar. Ranting-rantingnya menancap dirambutnya yang
acak-acakkan. Dedaunan menempel disisi-sisi jaket beludru hitamnya. Dari semak-semak
ia menerawang ada air mancur ditengah-tengah taman. Sepi.
Ia mendengus
kesal, “Jangan permainkan aku Poly!”, Poly kini berlari lalu duduk sambil
melompat-lompat ditempat ia bertemu Ji Eun yang telah lenyap.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar