“Perjalanan nostalgia kita akan
berakhir sebentar lagi, tinggal dua orang sebagai cerita penutupan” Ninri
mengayun-ayunkan kepalanya ceria. Yang lain hanya bertepuk-tepuk sambil menatap
ekspresi kosong Sora.
Tak pernah tau rasanya waktu
diputar dan berputar. Seolah hanya cahaya yang mempermainkan kedua mata. Dari
cahaya kekuningan, putih transparan lantas menjadi senja. Begitu yang dirasakan
lalu lalang orang dan pelayan didalam café. Orang datang membeli sesuatu
kemudian berlalu, entah berapa pengunjung datang dan pergi namun cuma satu meja
itu saja, satu meja dengan segala cerita, imajinasi dan canda yang tak pernah
pergi. Dan sekarang datanglah sang malam. Pengunjung mulai habis.
“Hm?” Sora tertegun kemudian
tersadar “Oh..sekarang giliranku. Entah kenapa ada nuansa aneh disekelilingku.
Mungkin waktu sudah mulai malam” Cengirnya.
Lima foto sudah hilang dari atas
meja, dengan sedikit waspada wanita berkulit langsat itu mulai berdeham
kemudian mengambil salah satu dari yang paling bawah dan paling terselip.
Memperlihatkannya terlebih dahulu kepada keenam rekannya.
“Owhh…..”
Tak satu orang pun berkomentar
panjang. Ia penasaran lalu melihatnya sendiri. Wajahnya melukiskan sesuatu yang
absurd, entah karena sedih atau malah
bahagia. Satu kondisi dimana Sora mendapat ‘blue
feeling’, marah sejadi-jadinya dan air mata tumpah.
“Hya, kau yang mengambil foto
ini” Menunjuk Nara dengan gayanya yang khas preman membuat gadis mungil itu
tersenyum geli.
Sedikit bingung untuk memulai
ceritanya, matanya mulai berputar melihat suasana temaram. Menghela nafas
sejenak. Menaikkan poninya. Berpura-pura menghitung para pelayan yang tanpa
interaksi. Bola matanya tertuju pada salah satu pelayan dengan tubuh tegap
berhidung paling mancung diantara yang lain, sekan menarik perhatiannya,
menyunggingkan senyum kepada pelayan yang tak menatapnya. Seperti menarik saja
bagi Sora ketika melihat pelayan itu disibukkan dengan botol-botol wine
didepannya.
Rekannya mulai mengantisipasi
gerakan Sora yang tiba-tiba berdiri dari kursinya. Berjalan kearah pelayan
dibalik meja bar. Membiarkan mereka bercakap satu menit, pria itu mengangguk,
menaikkan kedua alis tebalnya lalu menggeleng perlahan. Memikirkan sesuatu.
Sora memainkan rambut berkembangnya, memutar gelas-gelas kaca tepat didepannya.
Sedikit menggoda. Diakhiri dengan kata sepakat. Tapi begitulah Sora dengan ciri
adaptasi dan persuasi yang baik. Tak lama tangan kanannya kembali bersama
sebotol wine. Sora si biang modus.
*****
“Emm..mianhae” Suaranya
berdengung ditelinga sosok tegar, Sora. Bibirnya menciut, tas Puma kesayangan
yang Ia jinjing dihempaskan begitu saja di tengah lorong. Botol minumnya keluar
dari sisinya.
“Wae? Kenapa kau harus kembali?”
Ada rasa penasaran dalam diri Sora. Pria dengan balutan seragam dengan warna
berbeda itu mulai melangkah mundur. Bergegas mengambil ancang-ancang terkena
hujatan dari gadisnya.
“Aku menyesal meninggalkan dan
menyakitimu yang dulu sangat tulus… “
“Arraseo..” Sora bergegas
memotong pembicaraan dengan angkuhnya. Matanya menatap sendu mata Key yang
mulai kebingungan mencari alasan. Ia sudah tegar menghadapi hal macam ini,
hal-hal menyakitkan yang pernah ia tempuh seperti bergonta ganti pasangan,
menyakiti seenaknya tapi ia melakukannya karena hal ini. Karena alasan masa
lalu yang membuatnya menjadi liar. Membeku dan menghancur seperti abu. Hatinya.
Seperti tinjuan keras di ulu hatinya.
Diwaktu itu juga, mereka tidak
hanya berdua tapi bertiga. Istilah tembokpun bisa mendengar telah terjadi
diposisi Eric. Seperti adegan –adegan difilm romantis, ketika orang yang
menarik perhatianmu sedang berdiri membelakangi pintu dan kau dibaliknya. Entah
sejak kapan si rapper itu berada disitu, yang jelas sekarang dia hanya
memandangi cermin-cermin yang memantulkan dirinya dengan mata kosong sambil
menguping pembicaraan mereka.
“Kau tau, aku mengalami perubahan
setelah pengkhianatan yang kau lakukan. Masaku sekarang bukan lagi gadis
baik-baik dan lugu dengan segala kelembutan yang kupunya. Hampir tiga tahun aku
memperlakukan laki-laki seperti anjing pesuruh” Pancaran matanya penuh rasa
sakit. “Bagaimana caraku membangun itu semua? Kau tau? Dengan membencimu aku
menjadi kuat, dengan tidak lagi mencintaimu aku menjadi menang dan dengan tidak
memaafkanmu aku menjadi seperti sekarang. Kim Sora!”
Seperti dihujam pedang, segala
maaf dan kegentle-an Key menjadi ampas. Sora layaknya mayat berhenti bernafas,
berusaha menahan air mata. Sesak. Laki-laki didepannya adalah laki-laki pertama
yang mengenalkan dia tentang cinta dan pengkhianatan. Pria pertama yang menjadi
kekasihnya, yang paling ia sayang, kesedihan yang ia rasakan seakan melayang,
kesenangan yang menjelma menjadi kayangan saat bersama Key.
Ketegangan yang mereka alami
dirasakan juga oleh Eric. Dari yang hanya sekedar duduk hingga tubuhnya yang
sekarang hampir terhentak. Meresapi setiap kata yang dihunuskan Sora kepada
Key. Dia kehabisan kata.
“Sekarang, apa pembelaanmu?” Sinis
gadis itu.
“K..kau sudah berubah. Kemana Kim
Sora dengan senyum lebarnya? Perilaku childish yang suka mencari perhatian?
Pelukan hangat yang sering aku dapatkan, mimpi yang sering ia ungkapkan”
“She is gone. Get lost with
her amazing dream. Apa yang kita bangun dulu adalah bualan belaka sekarang.
Semuanya tampak seperti debu bagiku. Dan kau hanya halangan kecil yang akan
hilang terbawa angin” Senyuman menghina perlahan ia sematkan. “Mianhae, Key
oppa…”
Wajah Sora yang tajam perlahan
mencair dengan segala kepura-puraan akan perasaan yang masih tersisa. Rasanya
ingin memaafkan dan menerimanya kembali. Namun perasaan tersayatnya masih tak
ingin berhenti. Masih meronta ingin disembuhkan dengan kejahatan manis sebagai playgirl untuk saat ini. Ada amarah yang
benar-benar ingin ia hamburkan keluar, hampir tak tahan dan bengah dengan
segala yang menyangkut hati.
Segera ia meraup tas dan botol
minumnya. Merampas segala kemarahan dan kesedihannya sementara. Tubuhnya
berbalik meninggalkan Key yang memucat. Pintu menjebam didepan wajahnya yang
tampan.
“Hya!! Apa yang kau lakukan
disini?!” Sontak Sora terlonjak, melihat Eric yang juga terbelalak dengan topi
Wolf dibibirnya. Congkak.
“A..aku se..sedang dance practice” Terbata-bata. Gelagatnya
mulai konyol setengah ketakutan saat atmosfir berubah menjadi membeku. Mata
Sora tak bisa lagi diajak bercanda “Mianhae” Tambah Eric.
Keheningan membuat studio makin
aneh. Seakan tanda untuk Eric membuka pembicaraan. Kini Sora mulai menaruh
barang-barangnya diujung ruang, menyiapkan dance practicenya sendiri.
Memilih-milih kaset yang akan ia putar. Mencoba menyembunyikan perasaannya yang
gundah dalam kebisuan.
“Uhm..ehem. Hei bicaralah seperti
orang bodoh saja tidak mau bicara. Jika ada masalah bicaralah”
Kepala Sora menegok sekelas
kearah Eric. Ada yang semakin membakar emosinya. Diredamnya perlahan. Untuk
saat ini membiarkan Sora sendirian adalah hal yang terbaik namun pria nakal itu
tak kunjung menghentikan keisengannya. Tak bermaksud memperburuk keadaan hanya
saja percakapan kecil mungkin membantu.
“Hei..Sora-ya! Jika diajak orang
bicara sopanlah sedikit hargai..isk dasar wanita”
Eric lepas bicara. Sora mendongak
kali ini. Kekesalannya membuncah. Menatap wajahnya lekat-lekat, mengerjab lalu
mendesah kasar. Langkah kakinya menguat selangkah demi selangkah, mendekati
Eric. Didepan matanya yang ada hanya samsak, setiap laki-laki hanyalah samsak.
Tangannya mulai menggenggam erat ujung kaosnya, melepasnya kuat-kuat.
Dibuangnya ke lantai. Bibir Eric menganga, memerah melihat musuhnya hanya
memakai potongan tanktop dan celana pendek. Jadi seperti ini Sora saat latihan.
Mata Sora memerah.
“Apa yang kau lihat? Apa yang kau
mau dariku? Kenapa kau dilahirkan? Kenapa kita selalu dipertemukan pada saat
yang tidak tepat? Bagaimana kau dengan mudahnya menjahili kehidupanku? HAH??
Kenapa kau yang muncul? KENAPA?!!”
Kemarahan itu membuat Eric
melemah, baru pertama ia bertemu dengan wanita kasar sekaligus kuat dalam
memendam emosinya, dalam bersandiwara, menciptakan scenario untuk panggung
hatinya. Luruh sudah jantungnya, merasakan perasaan simpati yang dalam. Tak
bermaksud membunuh perasaannya perlahan. Dia tau segala yang membuat Sora seperti
ini. Karena pengkhianatan dari orang yang pernah ia cintai dengan tulus.
“Aku membenci, membenci setiap
lekuk tubuh laki-laki pengkhianat sepertimu, Laki-laki yang sering bermulut
manis, pengecut. Laki-laki yang setiap saat menyibukkan hari-harinya menjahiliku….”
Bibir Sora mulai bergetar. Tak ingin mengakui air ini adalah setetes air
matanya. Air mata bukan untuk keisengan Eric tapi untuk kekesalan yang lain.
Perasaan menolak untuk menerima kembali masa lalunya. Ia masih mengoceh,
mengeluarkan segala unek-unek dihatinya. “Laki-laki bernama ERIC MUN bahkan
antek-anteknya sekalipun……” Eric terhempas sesaat. Sora kehabisan nafasnya.
Apa yang perlu dilakukan Eric
sekarang? Semarah apapun wanita, pelukan adalah cara terbaik yang harus
dilakukan.
“Biasanya wanita itu akan
menangis sangat kencang, tapi mengapa cuma kau wanita yang menangis hanya
setetes. Aneh.” Eric memelukknya erat. Suara paraunya memecah kemarahan. Sora
menikmati pelukan itu sebagai sebuah kebodohan.
Sepinya semakin terasa ketika
mereka berdua sama-sama termenung, memahami satu sama lain dalam dekapan
mencekam yang pernah mereka lakukan. Eric dengan segala rasa bersalahnya , Sora
dengan segala hatinya yang sesak.
Pintu studio tiba-tiba terbuka,
sosok Nara muncul, masih dengan kameranya yang selalu menggantung dilehernya.
Memanggil Sora dengan suaranya yang tinggi. “Soraaaa…..ya~” kemudian nadanya
merendah saat melihat adegan yang tak biasa antara dua orang berperangai keras
itu. Snap! Lensanya cepat-cepat
beradu. Sebelum rekannya menjerit membodohkannya secepat kilat Nara pergi.
“Nara-ya! Kembali kau…!!!”
*****
“Apa yang kau rasakan setelahnya?
Kau menyukai Eric kah setelah itu?” pertanyaan godaan mulai muncul dari
kepolosan Hyurin sebagai ajang balas dendam.
“Hehe..berakhir dengan personality
talentnnya yang waktu itu makin membuatku antara muak dan lumayan mencairkan
susana” Sora meletakkan botol winenya yang tinggal setengah. Hampir habis ia
tenggak sendirian.
“Jangan bilang dia melakukan
performent rap distudio?” Tebak Ji Eun dengan perasaan kaget, tak berusaha
melerai sahabatnya yang sedikit mabuk.
“Haha. Jjang!”
*****
“Saneun geot
Manheun geoseul da pogihae ganeun geot…….. Bokgu halsu eomneun hyujitngeul biwo.
Miro Wiro Nal geonjyeojugil gido”
Lagu yang ia
nyanyikan berhenti dengan pose wajah meyakinkan dan paling keren untuk
menghibur Sora yang bad mood. Tapi
tetap saja tidak mengubah suasana pertengkaran menjadi persahabatan anatara dua
kubu. Yang ada semua barang Eric; tas dan jaketnya diberikan begitu saja.
“Out! Kau bukan
dancer jadi pergilah. Cukup sehari ini aku berbaik hati selebihnya jangan
harap” datar Sora.
“Hash..baru
pertama kali juga aku melihat wanita yang sangat sombong dan tak tau berterima
kasih setelelah mendapat pelukan” sekilas Eric mendecak untuk menggoda Sora yang
sekarang muncul semburat kemerahan di pipinya yang pucat.
“Pelukanmu itu
untuk gadis gadis yang tidak punya akal sehat” Mata Sora mulai melotot dan
mengepalkan tinjunya. Eric keluar dengan tampang paling manyun yang pernah ia
lihat.
Holding
your heart, Sora….berfikirlah kau masih
punya akal sehat.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar