“Sudah jangan galau, boleh
mengingat masa lalu tapi masa lalu yang menyenangkan” Nara berusaha mencairkan
suasana sendu.
“Wine ini sepertinya membuatku
sedikit mabuk. Lanjutkan ceritanya, kita habiskan sampai tengah malam.” Sora
menaruh botol wine kosong ditengah tumpukan foto-foto terakhir kemudian
menyantap potongan biscuit coklat milik Paran tepat disebelahnya.
“Hyaa…” Raungan Paran tampak tak
iklas berbagi biscuit.
Kesenduan berubah menjadi
kehangatan kembali. Semua wanita dengan wajah penostalgia ini ternyata masih
menjadi pemerhati yang baik. Mulai kisah malu-malu Paran dengan cinta
pertamanya, Ninri dengan pemetik gitarnya, Hadiah syal untuk Ji Eun yang
tiba-tiba menghilang, cerita setan tampan yang menghentak hati Hyurin hingga
cerita mahagalau Sora. Inilah ciri khas wanita dengan segala cuap cuap yang tak
pernah habis.
Tak usah dibayangakan berapa lama
mereka duduk, berapa banyak mereka memesan makanan dan minuman kemudian berapa
kali harus kekamar mandi sekedar untuk pipis dan bermake-up. Yang paling sadis
adalah seberapa parah kebisingan yang mereka timbulkan didalam cafe yang tak
seberapa besar itu hingga malam, hingga café itu tutup. Para pelayanpun serasa tak pernah berkomentar
ataupun keberatan dengan kedatangan mereka. Intim.
Ada sesuatu yang mengetuk hati
Nara saat jemarinya sudah menyentuh sebuah foto yang semestinya menjadi rahasia
tersendiri. Sedikit tersenyum kearah
teman-temannya. Rasa penasaran bermunculan di atas kepala para sahabatnya.
“Eum..kali ini aku tidak ingin
bernostalgia. Aku ingin me..eum..melakukan pengakuan dosa. Ya sepertinya ini
saat yang tepat” Suaranya sedikit memaksakan keceriaannya.
“Apa itu?” Tanya Hyurin dengan
wajah ingin tau.
Foto yang ia genggam diputarnya
perlahan, kedua alisnya saling bertautan seperti gemas tapi juga takut-takut
untuk mengejutkan para Venus yang dikerubungi rasa penasaran. “Mianhae~”
Sebuah foto berformat fotobox
Nara dan sosok laki-laki yang awalnya terlihat asing hingga rekan-rekannya
memutuskan untuk berdiri dari kursi kemudian berangsur menghambur kedepan,
mendorong meja yang penuh dengan makanan. Membuat suara gelas-gelas berdenting
dan bergeser. Fix! penglihatan mereka tidak pernah salah, Dongwan dengan
rahangnya yang keras tertawa lepas. Selepas itu, yang ada hanya tatapan Ziinging~
dari kawan-kawannya dan yang paling tajam adalah Sora.
“A..a..aku akan menjelaskannya
segera” Gugup Nara.
“Selama ini kau menutupi semua
ini?” Sahut Ji Eun.
“Bagaimana mungkin disaat kita
sibuk bermain api dengan cecunguk cecunguk itu, kau sibuk dengan Dongwan?”
Celetuk Ninri.
“Bagaiamana kau bisa
menyembunyikan ini semua selama dua tahun?” Pertanyaan menghujam yang lain
datang dari Hyurin.
“Ooo..aku tau asal semua foto
ini, sekarang” Paran menambahi.
“Ya...ya itu hal yang berbeda”
Nara mencari alasan.
“Rasanya berbeda saat kau merasa
kasmaran kan?” Sindir Sora membekukan mulut gadis sembrono itu.
Bervariasi pertanyaan dan
sindiran menumpas segala kegalauan yang ada diam-diam mereka bercanda dalam aib
yang dibangun Nara. Gadis itu memucat kemudian menarik nafas. Memandangi foto
kenangan. Tersenyum manis. Kemudian mengawasi satu persatu temannya yang kini
sudah kembali di singgasana zona nyamannya masing masing masih menahan rasa
curiga dan kekesalan tapi tidak untuk Paran dengan pose imutnya.
“Aku tidak bermaksud untuk
menyembunyikan hubunganku dengannya saat itu. Kalian sibuk dengan urusan
permusuhan dua kubu sedangkan aku dan dia hanya sebatas saling bertukar
informasi” Menjelaskan dengan santai. “Kalian tidak pernah curiga kenapa hanya
aku yang tak pernah bertengkar dengan Shinhwa”
Ada rasa mengganjal saat
mendengar penjelasan Nara yang sedikit meragukan “Dalam kondisi apa kau bisa
jatuh hati padanya? Jelas jelas Dongwan…”
“Dongwan oppa bukan anggota
Shinhwa” penekanan dari bibir Nara mematahkan argumen Ninri. Seketika memahami.
“Uuu..dia bahkan masih
menyebutnya Oppa” Paran dengan lugunya mengompor keadaan. Kondisi dipenuhi
dengan berbagai alasan dan keterangan yang membuat Venus focus dengan argument
masing-masing. Ada yang menggerutu ada yang pasrah bahkan mengomel-ngomel
sendiri merasa tak adil dan segala ocehan mereka meracau seperti pasar.
“Kan aku sudah bilang mianhae hal
itu diluar prediksi. Aku putus dengannya setelah lulus SMA kemudian…”
“Permisi, Café Shinhwa akan tutup
15 menit lagi” Suara tak asing datang memecah suasana tepat ditelinga Nara,
Paran, Ninri, Ji Eun dan Hyurin secara bersamaan. Tangan mereka sibuk memeluk Venus dari belakang kecuali Sora membuat dia
mengaduh. Kepalanya hanya menggeleng menanti sumber tangan yang lain memeluknya
dari belakang tapi tak kunjung terjulur. Kepalanya mendongak.
“Apa? Kau mau dipeluk dari
belakang?” Eric menyambar dengan kejam disebelah Sora yang berharap. Wajah Sora
memerah.
“Kau ini suami macam apa, antar
aku pulang sekarang” Desah Sora jengkel.
“Sudah selesai bermain-main
dengan masa lalu?”
“Ya”
Senyum Eric mengembang. Tubuhnya
yang tinggi tertunduk sekarang. Menatap mata Sora lekat-lekat. Tangannya
terjulur disela-sela kakinya. High heels pink yang ia kenakan dilepasnya
perlahan. Sora hanya termenung melihat tingkah aneh suaminya itu. Sekarang Eric
memutar tubuhnya, menunjukkan bagian punggungnya yang luas. Dia berdecak “Ayo
naik”
“Cieeee……” Semua menghuru-hara
<~ (ini apa ya allah T.T Eric so sweet…*daaash!!*)
Mereka dengan segala kebodohan
yang pernah dilakukan semasa SMA. Pelayan yang diam diam memperhatikan
pembicaraan mereka, pelayan dengan celemek putih yang berlalu lalang seolah
mengacuhkan para wanita dengan karakter yang berbeda. Kisah ke-fate-an mereka
yang absurd hingga menjadi ini. Menjadi Café Shinhwa dengan owner suami-suami
Venus sekarang. Kisah-kisah nostalgia tampak seperti kenangan terpendam namun
dimasa depan adalah sebuah jawaban yang indah bagi Venus dan Shinhwa.
“Siapa yang tertinggal
dibelakang, pasangan itu harus mengunci pintu Café. Siap?” Seru Eric.
Semua dengan permainan konyol
mereka diakhir malam. Shinhwa dengan posisi membopong istri-istrinya di
punggung. Berbaris sejajar. Konyol.
“START!!!” Aba-aba meluncur dari
bibir Junjin. Menghempaslah mereka. Berlari kencang dengan kebahagiaan masa
sekarang.
Hanya pasangan Dongwan dan Nara
yang berpura-pura. Berpura-pura bermain. Menatap ke lima pasangan berlari
kencang. Saling menjatuhkan sama lain. Menerobos pintu kemudian terjatuh
bersamaan. Tertawa lantang. Hanya mereka berdua yang tertinggal. Saling melihat
satu sama lain kemudian keduanya tertuju pada meja bundar yang masih tetap diam
dengan segerumun sampah dan tak lupa potongan foto-foto sisa yang tertelungkup
disitu. Apa yang ada dibaliknya?
Dibaliknya semua foto itu satu
persatu. Pesta pernikahan Venus dan Shinhwa. Ji Eun dengan balutan wedding
dress putih menggandeng Minwoo yang bergeming malu-malu. Paran dan Andy dengan
pose bbuing bbuing mereka tertangkap candid camera memakai pakaian khas
tradisional Korea. Ninri menyampirkan tangan kanannya dileher Junjin yang
sedang asik memegang gitar. Hyurin dengan gayanya yang khas anak rajin.
Memegang buku sebagai pengganti buket bunganya bersama Hyesung disebuah
perpustakaan kota.
Sora dengan pose yang paling
manis bersanding dengan Eric disebuah taman bermain. Yang terakhir adalah Dongwan
menggendong Nara sambil memegang kamera kesayangannya dibawah pohon rindang. Foto
mereka tampak biasa yang membuatnya tampak indah dan manis adalah balutan
gaun-gaun putih bernuansa cream dan orange ditambah Tuxedo kehitaman milik
mempelai pria yang begitu anggun, yang mereka desain sendiri untuk foto prawed
dan pesta pernikahan mereka. Nara menata satu persatu foto itu. Membungkusnya
dengan rapi dalam sekantong amplop coklat. Jangan sampai ini hilang….ungkapnya
dalam hati.
“Takdir mereka berakhir sampai
sini ya?” Dongwan angkat bicara.
“Hehe iya. Ketika takdir mereka
dipertemukan oleh sebuah pick gitar, syal bahkan cerita galau masa lalu lantas
apa yang mempersatukan kita?” Tanya Nara dalam keheningan.
Sambil menengok ke arah
gerombolan huru hara diluar Café. Mata Dongwan menerawang jauh kedepan.
Melambai pada orang-orang yang kini memberi isyarat untuk segera mengunci Café.
“Kamera? Kurasa tidak. Tapi Kisah
mereka, pengalaman mereka yang telah mempertemukan kita. Tanpa sadar kita
selalu ada disisi mereka, dalam kondisi senang sedih sekalipun. Kita selalu ada
disisi mereka” Senyum Dongwan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar