Jumat, 14 Juni 2013

Time Machine (Part 7) -- Happy Ending

“Sudah jangan galau, boleh mengingat masa lalu tapi masa lalu yang menyenangkan” Nara berusaha mencairkan suasana sendu.
“Wine ini sepertinya membuatku sedikit mabuk. Lanjutkan ceritanya, kita habiskan sampai tengah malam.” Sora menaruh botol wine kosong ditengah tumpukan foto-foto terakhir kemudian menyantap potongan biscuit coklat milik Paran tepat disebelahnya.
“Hyaa…” Raungan Paran tampak tak iklas berbagi biscuit.
Kesenduan berubah menjadi kehangatan kembali. Semua wanita dengan wajah penostalgia ini ternyata masih menjadi pemerhati yang baik. Mulai kisah malu-malu Paran dengan cinta pertamanya, Ninri dengan pemetik gitarnya, Hadiah syal untuk Ji Eun yang tiba-tiba menghilang, cerita setan tampan yang menghentak hati Hyurin hingga cerita mahagalau Sora. Inilah ciri khas wanita dengan segala cuap cuap yang tak pernah habis.
Tak usah dibayangakan berapa lama mereka duduk, berapa banyak mereka memesan makanan dan minuman kemudian berapa kali harus kekamar mandi sekedar untuk pipis dan bermake-up. Yang paling sadis adalah seberapa parah kebisingan yang mereka timbulkan didalam cafe yang tak seberapa besar itu hingga malam, hingga café itu tutup.  Para pelayanpun serasa tak pernah berkomentar ataupun keberatan dengan kedatangan mereka. Intim.
Ada sesuatu yang mengetuk hati Nara saat jemarinya sudah menyentuh sebuah foto yang semestinya menjadi rahasia tersendiri.  Sedikit tersenyum kearah teman-temannya. Rasa penasaran bermunculan di atas kepala para sahabatnya.
“Eum..kali ini aku tidak ingin bernostalgia. Aku ingin me..eum..melakukan pengakuan dosa. Ya sepertinya ini saat yang tepat” Suaranya sedikit memaksakan keceriaannya.
“Apa itu?” Tanya Hyurin dengan wajah ingin tau.
Foto yang ia genggam diputarnya perlahan, kedua alisnya saling bertautan seperti gemas tapi juga takut-takut untuk mengejutkan para Venus yang dikerubungi rasa penasaran. “Mianhae~”
Sebuah foto berformat fotobox Nara dan sosok laki-laki yang awalnya terlihat asing hingga rekan-rekannya memutuskan untuk berdiri dari kursi kemudian berangsur menghambur kedepan, mendorong meja yang penuh dengan makanan. Membuat suara gelas-gelas berdenting dan bergeser. Fix! penglihatan mereka tidak pernah salah, Dongwan dengan rahangnya yang keras tertawa lepas. Selepas itu, yang ada hanya tatapan Ziinging~ dari kawan-kawannya dan yang paling tajam adalah Sora.
“A..a..aku akan menjelaskannya segera” Gugup Nara.
“Selama ini kau menutupi semua ini?” Sahut Ji Eun.
“Bagaimana mungkin disaat kita sibuk bermain api dengan cecunguk cecunguk itu, kau sibuk dengan Dongwan?” Celetuk Ninri.
“Bagaiamana kau bisa menyembunyikan ini semua selama dua tahun?” Pertanyaan menghujam yang lain datang dari Hyurin.
“Ooo..aku tau asal semua foto ini, sekarang” Paran menambahi.
“Ya...ya itu hal yang berbeda” Nara mencari alasan.
“Rasanya berbeda saat kau merasa kasmaran kan?” Sindir Sora membekukan mulut gadis sembrono itu.
Bervariasi pertanyaan dan sindiran menumpas segala kegalauan yang ada diam-diam mereka bercanda dalam aib yang dibangun Nara. Gadis itu memucat kemudian menarik nafas. Memandangi foto kenangan. Tersenyum manis. Kemudian mengawasi satu persatu temannya yang kini sudah kembali di singgasana zona nyamannya masing masing masih menahan rasa curiga dan kekesalan tapi tidak untuk Paran dengan pose imutnya.
“Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikan hubunganku dengannya saat itu. Kalian sibuk dengan urusan permusuhan dua kubu sedangkan aku dan dia hanya sebatas saling bertukar informasi” Menjelaskan dengan santai. “Kalian tidak pernah curiga kenapa hanya aku yang tak pernah bertengkar dengan Shinhwa”
Ada rasa mengganjal saat mendengar penjelasan Nara yang sedikit meragukan “Dalam kondisi apa kau bisa jatuh hati padanya? Jelas jelas Dongwan…”
“Dongwan oppa bukan anggota Shinhwa” penekanan dari bibir Nara mematahkan argumen Ninri. Seketika memahami.
“Uuu..dia bahkan masih menyebutnya Oppa” Paran dengan lugunya mengompor keadaan. Kondisi dipenuhi dengan berbagai alasan dan keterangan yang membuat Venus focus dengan argument masing-masing. Ada yang menggerutu ada yang pasrah bahkan mengomel-ngomel sendiri merasa tak adil dan segala ocehan mereka meracau seperti pasar.
“Kan aku sudah bilang mianhae hal itu diluar prediksi. Aku putus dengannya setelah lulus SMA kemudian…”
“Permisi, Café Shinhwa akan tutup 15 menit lagi” Suara tak asing datang memecah suasana tepat ditelinga Nara, Paran, Ninri, Ji Eun dan Hyurin secara bersamaan. Tangan mereka sibuk memeluk  Venus dari belakang kecuali Sora membuat dia mengaduh. Kepalanya hanya menggeleng menanti sumber tangan yang lain memeluknya dari belakang tapi tak kunjung terjulur. Kepalanya mendongak.
“Apa? Kau mau dipeluk dari belakang?” Eric menyambar dengan kejam disebelah Sora yang berharap. Wajah Sora memerah.
“Kau ini suami macam apa, antar aku pulang sekarang” Desah Sora jengkel.
“Sudah selesai bermain-main dengan masa lalu?”
“Ya”
Senyum Eric mengembang. Tubuhnya yang tinggi tertunduk sekarang. Menatap mata Sora lekat-lekat. Tangannya terjulur disela-sela kakinya. High heels pink yang ia kenakan dilepasnya perlahan. Sora hanya termenung melihat tingkah aneh suaminya itu. Sekarang Eric memutar tubuhnya, menunjukkan bagian punggungnya yang luas. Dia berdecak “Ayo naik”
“Cieeee……” Semua menghuru-hara <~ (ini apa ya allah T.T Eric so sweet…*daaash!!*)
Mereka dengan segala kebodohan yang pernah dilakukan semasa SMA. Pelayan yang diam diam memperhatikan pembicaraan mereka, pelayan dengan celemek putih yang berlalu lalang seolah mengacuhkan para wanita dengan karakter yang berbeda. Kisah ke-fate-an mereka yang absurd hingga menjadi ini. Menjadi Café Shinhwa dengan owner suami-suami Venus sekarang. Kisah-kisah nostalgia tampak seperti kenangan terpendam namun dimasa depan adalah sebuah jawaban yang indah bagi Venus dan Shinhwa.
“Siapa yang tertinggal dibelakang, pasangan itu harus mengunci pintu Café. Siap?” Seru Eric.
Semua dengan permainan konyol mereka diakhir malam. Shinhwa dengan posisi membopong istri-istrinya di punggung. Berbaris sejajar. Konyol.
“START!!!” Aba-aba meluncur dari bibir Junjin. Menghempaslah mereka. Berlari kencang dengan kebahagiaan masa sekarang.
Hanya pasangan Dongwan dan Nara yang berpura-pura. Berpura-pura bermain. Menatap ke lima pasangan berlari kencang. Saling menjatuhkan sama lain. Menerobos pintu kemudian terjatuh bersamaan. Tertawa lantang. Hanya mereka berdua yang tertinggal. Saling melihat satu sama lain kemudian keduanya tertuju pada meja bundar yang masih tetap diam dengan segerumun sampah dan tak lupa potongan foto-foto sisa yang tertelungkup disitu. Apa yang ada dibaliknya?
Dibaliknya semua foto itu satu persatu. Pesta pernikahan Venus dan Shinhwa. Ji Eun dengan balutan wedding dress putih menggandeng Minwoo yang bergeming malu-malu. Paran dan Andy dengan pose bbuing bbuing mereka tertangkap candid camera memakai pakaian khas tradisional Korea. Ninri menyampirkan tangan kanannya dileher Junjin yang sedang asik memegang gitar. Hyurin dengan gayanya yang khas anak rajin. Memegang buku sebagai pengganti buket bunganya bersama Hyesung disebuah perpustakaan kota.
Sora dengan pose yang paling manis bersanding dengan Eric disebuah taman bermain. Yang terakhir adalah Dongwan menggendong Nara sambil memegang kamera kesayangannya dibawah pohon rindang. Foto mereka tampak biasa yang membuatnya tampak indah dan manis adalah balutan gaun-gaun putih bernuansa cream dan orange ditambah Tuxedo kehitaman milik mempelai pria yang begitu anggun, yang mereka desain sendiri untuk foto prawed dan pesta pernikahan mereka. Nara menata satu persatu foto itu. Membungkusnya dengan rapi dalam sekantong amplop coklat. Jangan sampai ini hilang….ungkapnya dalam hati.
“Takdir mereka berakhir sampai sini ya?” Dongwan angkat bicara.
“Hehe iya. Ketika takdir mereka dipertemukan oleh sebuah pick gitar, syal bahkan cerita galau masa lalu lantas apa yang mempersatukan kita?” Tanya Nara dalam keheningan.
Sambil menengok ke arah gerombolan huru hara diluar Café. Mata Dongwan menerawang jauh kedepan. Melambai pada orang-orang yang kini memberi isyarat untuk segera mengunci Café.
“Kamera? Kurasa tidak. Tapi Kisah mereka, pengalaman mereka yang telah mempertemukan kita. Tanpa sadar kita selalu ada disisi mereka, dalam kondisi senang sedih sekalipun. Kita selalu ada disisi mereka” Senyum Dongwan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar